get app
inews
Aa Text
Read Next : Senator Ahmad Nawardi Apresiasi Pilkada Jatim yang Kondusif

Drama Kehidupan Ki Ageng Pengging, Tolak Kekuasaan dan Pilih Takdir Mati

Sabtu, 25 November 2023 | 08:46 WIB
header img
Drama Kehidupan Ki Ageng Pengging, Tolak Kekuasaan dan Pilih Takdir Mati. Foto iNewsSurabaya/tangkap layar

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Keputusan Ki Ageng Pengging untuk menolak undangan pengukuhan Trenggono sebagai Sultan Demak Bintoro menciptakan ketegangan dalam penguasaan tanah Jawa. Meski dianggap cucu raja besar, Pengging lebih memilih hidup sederhana sebagai seorang petani setelah melepaskan gelar kebangsawanan.

Tiga kali menolak datang ke Demak, Pengging dianggap memberontak oleh penguasa Demak. Namun, apa yang tidak dipahami penguasa adalah bahwa Pengging telah memutuskan menjauhi kekuasaan dan menjalani kehidupan seorang santri.

Sebagai murid ulama kontroversial Syekh Siti Jenar, Pengging memiliki perjalanan hidup yang unik. Meskipun cucu dari Raja Majapahit terakhir, ia memilih hidup sederhana, bercocok tanam, dan menjauhi konflik politik.

Meski dihadapkan pada risiko hukuman mati karena menolak undangan raja, Pengging tetap teguh pada keputusannya. Dalam percakapan dengan Sunan Kudus, ia bahkan meminta agar hukuman itu dilaksanakan sesuai kesepakatan awal.

Puncak dramatis terjadi saat eksekusi, di mana Pengging menunjukkan pemahaman uniknya tentang hidup dan mati. Dengan senyuman, ia mengizinkan Sunan Kudus menusukkan keris ke tubuhnya, mengakhiri hidupnya dengan keanggunan yang luar biasa.

Kisah Ki Ageng Pengging menjadi sebuah drama epik, menggambarkan keberanian seseorang yang memilih jalan kehidupan yang berbeda meskipun dihadapkan pada risiko besar.

Dikutip dari Okezone, Sebelumnya, Ki Ageng Pengging sudah tiga kali menolak datang ke Demak. Mulai beralasan menunggu kepulangan Kebo Kanigara, kakaknya yang bersemedi di Gunung Merapi, hingga berterus terang enggan datang.

Penguasa Demak menganggap Pengging telah membangkang. Ia juga disyak wasangkai tengah menyusun kekuatan untuk makar. Sebab bagaimanapun Pengging adalah cucu Brawijaya V, Raja Majapahit terakhir yang telah diruntuhkan Demak.

Juga murid kinasih Syekh Siti Jenar, ulama penyebar Islam yang telah berselisih dengan Wali Songo dan dijatuhi hukuman mati. Yang tidak dimengerti oleh penguasa Demak, Ki Ageng Pengging sudah memutuskan menjauhi kekuasaan, termasuk melepas gelar kebangsawanan.

Ia melakukan “bunuh diri” kelas. Dari kehidupan priyayi agung beralih menjadi rakyat jelata dengan melakukan cara produksi lazimnya petani, yakni bercocok tanam.

Karenanya ia menolak hadir dalam pengukuhan Trenggono sebagai Sultan Demak Bintoro, menggantikan Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang mati muda. Ia memilih tenggelam dalam dzikir dan tafakur di langgarnya.

“Cara hidup dan tingkah laku keseharian (Ki Ageng Pengging) tidak mencerminkan sebagai seorang cucu raja besar, namun ia ganti dengan cara hidup seorang santri,” demikian dikutip dari buku Jalan Gila Menuju Tuhan (2013).

Ki Ageng Pengging merupakan putra Raden Andayaningrat, panglima perang Majapahit yang menikah dengan Dewi Pembayun, putri sulung Prabu Brawijaya V. Dengan Sultan Trenggono, Ki Ageng Pengging terhitung saudara sepupu.

Dalam peristiwa penyerangan pasukan santri Demak ke Majapahit, Andayaningrat, ayah Ki Ageng Pengging tewas di tangan Sunan Ngudung, yakni ayah Sunan Kudus.

Pasca tragedi itu, Kebo Kenanga pulang ke Pengging, yakni wilayah yang berlokasi di antara Boyolali dan Kartasura Jawa Tengah. Ki Ageng Pengging merasa hidupnya lebih tentram.

Ia tidak ingin lagi berurusan dengan Demak. Ia memilih menanti kelahiran buah hati, yakni keturunan yang sudah lama ditunggunya. Bayi laki-laki itu diberi nama Mas Karebet atau dikenal Jaka Tingkir.

Nama yang merujuk pada peristiwa yang terjadi saat proses kelahiran, yakni lahir di tengah-tengah berlangsungnya pagelaran wayang beber di mana Ki Ageng Pengging sebagai dalangnya.

Mas Karebet yang kemudian diasuh Ki Ageng Tingkir, yakni saudara seperguruan Ki Ageng Pengging kelak menjadi Raja Pajang pertama yang bergelar Sultan Hadiwijaya.

Sampai Sunan Kudus datang sendiri mewakili Sultan Trenggono, Ki Ageng Pengging tetap bersikukuh menolak datang ke Demak. Ia tahu risikonya. Menolak keinginan raja sama halnya dengan makar.

Dan hukuman bagi seorang pemberontak adalah mati. Ki Ageng Pengging meminta Sunan Kudus tidak ragu melaksanakan tugasnya, menjatuhkan hukuman mati.

“Laksanakan saja tugasmu ini dengan baik, sesuai kesepakatan awal antara Dimas (Sunan Kudus) dengan Sultan Trenggono,” kata Ki Ageng Pengging seperti dikutip dari Jalan Gila Menuju Tuhan.

Sebelum eksekusi dilakukan, terjadi percakapan antara keduanya tentang rahasia hidup dan kematian. Sunan Kudus meminta Ki Ageng Pengging memperlihatkan ilmu seperti apa mati di dalam hidup.

Ki Ageng Pengging yang terkenal sakti itu, hanya tersenyum. Sejurus kemudian, dimintanya Sunan Kudus menusukkan sebilah keris kecil ke sikunya. Tusukan itu membuat Ki Ageng Pengging tiba-tiba tergolek lemas, namun bibirnya tetap tersenyum.

Dengan didahului salam, mata Ki Ageng Pengging terkatup rapat. Nafasnya berhenti. Nyawa ayah Jaka Tingkir itu telah melayang. Sejarah kembali terulang, di mana ayah Ki Ageng Pengging, yakni Andayaningrat tewas di tangan Sunan Ngudung, ayah Sunan Kudus.

Sampai Sunan Kudus datang sendiri mewakili Sultan Trenggono, Ki Ageng Pengging tetap bersikukuh menolak datang ke Demak. Ia tahu risikonya. Menolak keinginan raja sama halnya dengan makar.

Dan hukuman bagi seorang pemberontak adalah mati. Ki Ageng Pengging meminta Sunan Kudus tidak ragu melaksanakan tugasnya, menjatuhkan hukuman mati.

“Laksanakan saja tugasmu ini dengan baik, sesuai kesepakatan awal antara Dimas (Sunan Kudus) dengan Sultan Trenggono,” kata Ki Ageng Pengging seperti dikutip dari Jalan Gila Menuju Tuhan.

Sebelum eksekusi dilakukan, terjadi percakapan antara keduanya tentang rahasia hidup dan kematian. Sunan Kudus meminta Ki Ageng Pengging memperlihatkan ilmu seperti apa mati di dalam hidup.

Ki Ageng Pengging yang terkenal sakti itu, hanya tersenyum. Sejurus kemudian, dimintanya Sunan Kudus menusukkan sebilah keris kecil ke sikunya. Tusukan itu membuat Ki Ageng Pengging tiba-tiba tergolek lemas, namun bibirnya tetap tersenyum.

Dengan didahului salam, mata Ki Ageng Pengging terkatup rapat. Nafasnya berhenti. Nyawa ayah Jaka Tingkir itu telah melayang. Sejarah kembali terulang, di mana ayah Ki Ageng Pengging, yakni Andayaningrat tewas di tangan Sunan Ngudung, ayah Sunan Kudus.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut