Ahli Gizi, dr Arif Sabta Aji, menuturkan kasus intoleransi laktosa banyak ditemukan di Indonesia Bahkan pada tingkat Asia, memiliki kecenderungan lebih berisiko untuk mengalami intoleransi laktosa.
Diperkirakan di Asia Tenggara termasuk Indonesia, sekitar 80% penduduknya mengalami intoleransi laktosa. Di Eropa, prosentase penderita intoleransi laktosa pada ras kaukasia lebih rendah sekitar 25%.
"Hal ini disebabkan, karena faktor genetis keturunan dimana secara budaya konsumsi susu orang Asia lebih lama menerima kebiasaan minum susu sapi jika dibandingkan dengan orang Eropa," tuturnya.
Tingginya konsumsi susu di Eropa disebabkan karena mereka tinggal di geografis yang lebih jarang terkena paparan sinar matahari sehingga anjuran cukup konsumsi susu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan vitamin D dan zat gizi lainnya.
Berbeda dengan orang yang tinggal lebih dekat dengan garis khatulistiwa karena lebih banyak terpapar sinar matahari. Kondisi ini menyebabkan masih belum banyak orang yang memiliki enzim laktase yang cukup untuk mampu mencerna laktosa dari susu.
dr Arif menjelaskan, banyak sekali gejala yang ditimbulkan dari intoleransi laktosa terhadap fungsi pencernaan dan kesehatan manusia seperti perut kembung, sakit perut, diare, dan muntah.
Kondisi tersebut sering dialami penderita intoleransi laktosa selama 30 menit sampai dua jam setelah konsumsi susu. Jika setelah konsumsi susu dan produk susu olahan lainnya membuat perut kembung, kemungkinan akan mengalami sakit perut atau diare.
"Gejala ini merupakan indikator bahwa tubuh mengalami gangguan fungsi pencernaan terhadap makanan tertentu,” kata dia.
Editor : Ali Masduki