Korban sering kali tidak menyadari bahwa pelaku kejahatan menggunakan modus ini
dengan membangun interaksi yang bersifat manipulatif, seperti perilaku ramah, pujian berlebihan, atau tindakan membujuk untuk mendekati calon korban.
Modus umum soceng biasanya melalui tawaran menjadi nasabah prioritas, di mana pelaku mengajak korban mengisi data pribadi seperti Nomor Kartu ATM, PIN, OTP, dan password dengan rayuan promosi.
Modus lain melibatkan akun layanan konsumen palsu yang mengatasnamakan bank, dimana pelaku menawarkan bantuan untuk menyelesaikan keluhan dengan mengarahkan ke website palsu atau meminta data pribadi. Penting untuk waspada dan tidak memberikan informasi pribadi secara sembarangan.
Soceng juga kerap muncul dengan modus hadiah undian, pelaku kejahatan acak menelepon nomor kontak seluler. Nomor seluler ini biasanya diperoleh dari akun media sosial yang terdaftar. Proses ini menunjukkan adanya indikasi kebocoran data pribadi melalui media sosial yang terdaftar.
Lebih dari itu, soceng dapat digunakan dalam kampanye penyebaran disinformasi atau propaganda, yang berpotensi memperburuk masalah sosial dan politik. Diperlukan kebijakan pemerintah, terutama melalui Undang-Undang ITE, untuk menangani berbagai aspek kejahatan siber di Indonesia, termasuk perlindungan data
pribadi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Kekhawatiran terkait soceng berpotensi untuk melampaui batas etika dalam dunia
siber. Untuk mengatasi fenomena soceng, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup peningkatan kesadaran, penerapan regulasi, dan penggunaan teknologi keamanan.
Editor : Arif Ardliyanto