KANADA, iNewsSurabaya.id - Pegiat lingungan Aeshnina Azzahara Aqilani terus menyuarakan bahaya sampah plastik. Ia pun tidak segan-segan menegur negara-negara pengekspor sampah plastik ke Indonesia agar menghentikan pengirimannya.
Seperti yang dilakukan ketika menghadiri undangan United Nation Environmental Programm (UNEP), badan PBB yang mengurusi lingkungan hidup di Ottawa, Kanada untuk mengikuti Intergovermental Negotiation Committe (INC) ke-4 untuk menyusun Plastic Treaty atau kesepakatan global menangangi problem sampah plastik dunia.
Pegiat lingungan yang masih duduk di bangku SMA itupun melayangkan protes. "Saat bertemu dengan Ketua Delegasi Uni Eropa, Belanda dan Norwegia, saya meminta agar mereka tidak lagi mengirimkan sampah plastik dan sampah kertas ke Indonesia, terutama wilayah Gresik. Karena menimbulkan pencemaran dalam bahan baku air minum kami," ungkapnya.
Di Gresik Jawa Timur ada 4 pabrik kertas yang menggunakan Bahan baku sampah kertas dari Uni Eropa, dan beberapa Pabrik daur ulang plastik di Wilayah Driyorejo. Namun pabrik kertas dan pabrik plastik daur ulang menimbulkan masalah polusi mikroplastik ke sungai Brantas di Wilayah Kecamatan Wringinanom dan Kecamatan Driyorejo.
Lebih lanjut, Siswi XI-5 SMA Muhammadiyah 10 Gresik ini menjelaskan bahwa selama ini negara-negara Eropa membuang sampahnya ke Indonesia. Sampah kertas sekitar 3 juta ton/tahun, sedangkan sampah plastik 200.000 ton/tahun.
Dari data Basel Action Network menunjukkan, 5 negara Pengekspor sampah plastik terbesar ke Indonesia adalah Belanda, Jerman, Belgia, Amerika Serikat dan Singapura. Sedangkan 5 negara terbesar pengekspor sampah kertas adalah Australia, Amerika Serikat, Belanda, Inggris,Italia dan Jepang.
Pada Minggu 28 April 2024 Nina bertemu dan menyerahkan surat protes pada Jennefer Baarn, ketua Delegasi Belanda untuk INC 4 di Shaw Center, Ottawa.
Selain menyerahkan kepada delegasi Belanda, Aeshnina juga menyerahkan surat protes kepada Ketua Delegasi Uni Eropa dan Ketua Delegasi Norwegia.
Dalam surat protesnya, Nina meminta agar negara-negara Eropa menghentikan pengiriman sampah plastik dan sampah kertas ke Indonesia. Menurutnya negara Eropa harus ikut bertanggungjawab membersihkan sungai Brantas dari Pencemaran akibat daur ulang sampah plastik dan sampah kertas.
"Kondisi ini tidak adil karena negara Eropa seenaknya membuang sampah ke negara berkembang. Padahal mereka terus memproduksi plastik. Mereka yang pakai kenapa kita yang harus bersihin," tegas Nina.
Co Captain River Warrior Indonesia ini menyebut, pengiriman sampah dari negara maju ke negara berkembang adalah bentuk Penjajahan baru atau New Kolonialism.
"Dulu 350 tahun kita di jajah Belanda dengan mengeksploitasi sumberdaya alam. Sekarang mereka menjajah lagi merusak alam Indonesia dengan mengirimkan sampahnya ke Indonesia. Padahal sampah plastik adalah material yang sulit untuk didaur ulang karena membutuhkan energi tinggi dan mencemari lingkungan karena menghasilkan mikroplastik, polimer beracun dan jika dibakar akan menghasilkan racun dioksin yang bersifat karsinogen," ujar Nina.
Ketiga ketua delegasi menerima surat Nina dan akan menindak lanjuti dengan melakukan monitoring agar sampah plastik tidak dibuang lagi ke Negara berkembang, termasuk Indonesia.
Editor : Ali Masduki