SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Korupsi di Indonesia sering kali bermula dari sistem kepartaian dan pemilu yang tidak tertata dengan baik serta kurangnya pengawasan publik. Untuk itu, pencegahan korupsi harus dilakukan dari hulu, yakni pada sistem rekrutmen pejabat negara melalui pemilihan presiden dan kepala daerah yang diusung oleh partai politik.
Pendapat ini disampaikan oleh Dr. Hufron, S.H., M.H., seorang akademisi dan praktisi hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Ia menanggapi ide yang diusulkan oleh Rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Dr. Safi, SH, MH, dalam diskusi bersama Akademisi dan Media dengan Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi di Kantor Gubernur Jawa Timur.
Sebagai pakar hukum dan politik tata negara, Dr. Hufron menegaskan bahwa salah satu episentrum korupsi di Indonesia bermula dari sistem pemilu yang transaksional serta minimnya pendanaan untuk partai politik.
Menurutnya, sistem pemilu yang transaksional membuat pejabat politik merangkap sebagai pejabat di pemerintahan, sehingga mereka diberi tugas oleh partainya untuk menggalang dana dari APBD atau APBN.
"Misalnya, seorang bendahara partai ditugaskan mencari pendanaan partai dengan memanfaatkan jabatannya di badan anggaran DPR RI atau sebagai ketua fraksi atau komisi," jelas Hufron.
Dr. Hufron juga mengkritik sistem pemilu di Indonesia, baik Pilpres maupun Pilkada, yang perlu direview dan ditata ulang. Ia menekankan bahwa mencari dana partai dari anggaran negara secara ilegal adalah sumber utama terjadinya korupsi.
Editor : Arif Ardliyanto