get app
inews
Aa Read Next : Sambut Perkembangan Ekosistem AI, Maxy Academy Gelar Seminar Nasional di Perguruan Tinggi

Reformasi Sistem Pemilu dan Partai Politik Dibutuhkan, Begini Pendapat Akademisi Untag Surabaya

Sabtu, 15 Juni 2024 | 06:32 WIB
header img
Dr. Hufron, S.H., M.H., akademisi dan praktisi hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Foto iNewsSurabaya/tangkap layar

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Korupsi di Indonesia sering kali bermula dari sistem kepartaian dan pemilu yang tidak tertata dengan baik serta kurangnya pengawasan publik. Untuk itu, pencegahan korupsi harus dilakukan dari hulu, yakni pada sistem rekrutmen pejabat negara melalui pemilihan presiden dan kepala daerah yang diusung oleh partai politik.

Pendapat ini disampaikan oleh Dr. Hufron, S.H., M.H., seorang akademisi dan praktisi hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Ia menanggapi ide yang diusulkan oleh Rektor Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Dr. Safi, SH, MH, dalam diskusi bersama Akademisi dan Media dengan Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi di Kantor Gubernur Jawa Timur.

Sebagai pakar hukum dan politik tata negara, Dr. Hufron menegaskan bahwa salah satu episentrum korupsi di Indonesia bermula dari sistem pemilu yang transaksional serta minimnya pendanaan untuk partai politik. 

Menurutnya, sistem pemilu yang transaksional membuat pejabat politik merangkap sebagai pejabat di pemerintahan, sehingga mereka diberi tugas oleh partainya untuk menggalang dana dari APBD atau APBN.

"Misalnya, seorang bendahara partai ditugaskan mencari pendanaan partai dengan memanfaatkan jabatannya di badan anggaran DPR RI atau sebagai ketua fraksi atau komisi," jelas Hufron.

Dr. Hufron juga mengkritik sistem pemilu di Indonesia, baik Pilpres maupun Pilkada, yang perlu direview dan ditata ulang. Ia menekankan bahwa mencari dana partai dari anggaran negara secara ilegal adalah sumber utama terjadinya korupsi. 

Oleh karena itu, diperlukan sumber dana partai yang jelas dan legal, tidak hanya dari iuran anggota atau pengurus partai, tetapi juga dianggarkan melalui APBN dan APBD.

Namun, kebijakan pendanaan APBN dan APBD untuk partai politik harus dibarengi dengan pengawasan dan tata kelola keuangan partai yang akuntabel, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan dari BPK dan KPK harus diperkuat untuk memastikan hal ini.

“Yang paling penting adalah KPK harus dikembalikan pada kondisi yang lebih independen sehingga memiliki kebebasan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh terhadap episode korupsi di Indonesia, terutama di parlemen dan jabatan-jabatan partai politik,” tegas Hufron.

Dengan langkah-langkah tersebut, Hufron yakin bahwa celah korupsi dalam sistem pemilu dan pendanaan partai dapat ditutup, dan Indonesia dapat menuju sistem politik yang lebih bersih dan transparan.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut