SURABAYA, iNews.id - Polemik pernyataan Menteri Agama mengenai aturan pengeras suara (TOA) menjadi bola liar di masyarakat. Pimpinan Wilayah GP Ansor Jawa Timur meminta supaya tidak ada unsur politik yang menungganginya.
Ketua PW GP Ansor Jawa Timur H.M. Syafiq Syauqi, Lc mengatakan, ada beberapa pandangan dan analisa atas statemen yang dikeluarkan Menteri Agama yang kini hangat diperbincangkan oleh banyak pihak. Pihaknya mengingatkan kepada semua pihak untuk bersama-sama dalam mewaspadai pola gerakan lama dan pelaku yang sama yang kembali membuat gaduh dengan melakukan framing media.
Syafiq Syauqi menerangkan, bahwa masih menjadi pilihan mereka dalam upaya sistematis untuk membuat gaduh dan mengganggu stabilitas nasional dengan cara membuat framing. “Tantangan dalam era disrupsi informasi saat ini adalah pola-pola gerakan framing media dengan teknik propaganda dan manipulasi informasi yang menyesatkan publik. Ini yang sedang mereka lakukan dengan memotong secara kejam pernyataan menteri agama,” katanya.
PW GP Ansor Jatim mencermati dengan detail pergerakan isu dan sentimen sosial media serta siapa yang memainkan isu ini dengan memotong sepenggal pernyataan utuh menteri agama.
“Framing bukanlah kebohongan. Namun mereka mencoba membelokkan fakta secara halus. Caranya dengan memilih angle (sudut pandang) yang berbeda. Mereka memotong dan mengambil diksi membenturkan antara adzan dengan suara anjing. Masyarakat harus cerdas memahami utuh tentang ini,” pinta Gus Syafiq sapaan akrabnya.
Padahal menurut kajiannya tidak ada kata membandingkan atau mempersamakan antara adzan atau suara yang keluar dari masjid dengan gonggongan anjing. Menteri Agama justru mengajak umat Islam untuk menggunakan pengeras suara sebagai syiar dakwah dan berbagai keperluan masyarakat lainnya sesuai dengan aturan untuk kemaslahatan bersama.
“Framing ini jelas teknik manipulasi informasi yang ditujukan memancing sisi emosional umat islam dengan angle membenturkan sesuatu yang sakral dengan hal yang tabu. Pola lama yang dicoba lagi,” sambungnya.
Menag sendiri memberikan banyak contoh tentang sumber kebisingan di tengah masyarakat yang faktual. Berbagai contoh kebisingan yang disampaikan Menag itu menurut Gus Syafiq membuat Menag mengambil benang merah bahwa suara-suara apapun suara itu harus diatur supaya tidak menjadi gangguan.
“Gus Dur jauh hari sudah menulis tentang Islam Kaset dan kebisingan sosial bahkan ditulis di tahun 1982 karena kita semua menjunjung tinggi kaidah Dar’ul Mafasid Muqoddamun Ala Jalbil Mashalih. Mencegah kemudharatan itu harus menjadi skala prioritas diatas mengambil kemaslahatan. Saya kira cukup gerakan framing ini dan sudahi,” paparnya.
Editor : Arif Ardliyanto