SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Jurnalisme sains (Science journalism) semakin mendapat tempat di era informasi digital yang serba cepat. Kecepatan informasi yang memunculkan masalah baru berupa disinformasi dan misinformasi di berbagai kanal sosial media, memberi peluang baru kepada jurnalisme sains untuk dapat bersinar.
Meskipun sering dianggap sebagai cabang dari jurnalisme, jurnalisme sains memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dengan ‘genre’ jurnalisme lainnya.
Ilham Akhsanu Ridlo, dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) (Universitas Airlangga) Unair, menjelaskan bahwa jurnalisme sains tidak hanya mengikuti kode etik umum jurnalisme.
Menurut Ilham jurnalisme sains berperan penting dalam menyederhanakan literasi ilmiah agar mudah dipahami oleh masyarakat umum.
Ia juga menyebutkan bahwa ekosistem komunikasi sains harus mengkaji proses ilmiah di balik fenomena sosial. Hal ini melibatkan eksperimen riset, manfaat yang dihasilkan, hingga dampak yang dirasakan oleh masyarakat.
"Science journalism harus mematuhi prinsip melayani publik, dengan tujuan memberikan informasi yang bermanfaat. Misalnya, selama pandemi science journalism berperan penting dalam menyajikan panduan informasi yang akurat dan tidak bias kepada masyarakat," ujar Ilham.
Ilham mengaku bahwa ia tertarik dan menekuni riset mengenai jurnalisme sains karena pengalamannya sebagai akademisi selama pandemi. Saat menyusun proposal disertasinya, ia menyadari pentingnya kajian mendalam untuk meningkatkan efektivitas advokasi kebijakan kesehatan di masa krisis.
"Saya melihat jurnalisme sains sebagai cara efektif untuk mengangkat riset agar mendukung kebijakan berbasis bukti. Ini juga merupakan cara untuk mempopulerkan sains kepada masyarakat luas, termasuk pembuat kebijakan dan publik awam," jelasnya.
Sebagai dosen kebijakan kesehatan, Ilham menilai jurnalisme sains berpotensi besar untuk mengisi gap antara proses ilmiah dengan proses kebijakan kesehatan. Ia juga menekankan pentingnya kontribusi jurnalisme sains khususnya untuk isu global seperti kesehatan planet.
“Sebagai dosen dan peneliti, kami dituntut untuk menemukan area kajian baru. Saya melihat ada ruang yang belum banyak dikerjakan oleh orang lain (peneliti). Maka dari itu, saya memutuskan untuk mengkaji tentang science journalism,” ungkapnya.
Editor : Ali Masduki