SURABAYA, iNews.id - Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP UNAIR), Bintoro Wardiyanto, menyebut bahwa penerapan BPJS Kesehatan jadi syarat administrasi kurang bijaksana
Sebagaimana diketahui, kegiatan jual-beli tanah dan bangunan akan melibatkan kepesertaan BPJS. Keputusan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden No 2 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan berlaku mulai mulai 1 Maret 2022.
Menurut Bintoro, aturan tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang bagus dan inovatif. Hal itu dianggap mampu mendorong seluruh masyarakat untuk mendapatkan akses JKN.
“Namun caranya kurang bijaksana,” tutur Dr Bintoro.
Ahli Kebijakan dan Administrasi Publik tersebut menganggap wajar berbagai keresahan dan kritikan masyarakat.
“Karena secara logika tidak ada hubungan antara jual-beli tanah dan bangunan dengan kesehatan. Terutama mengenai kepesertaan atau keanggotaan BPJS ini,” jelasnya.
Bintoro mengatakan, kebijakan itu terkesan dijadikan “obat mujarab” bagi persoalan JKN selama ini.
“Karena pada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), semua WNI diwajibkan menjadi bagian dari peserta BPJS. Pada tahun 2024, ditargetkan ada 98% warga sudah turut melaksanakan undang-undang tersebut,” paparnya.
Saat ini peserta BPJS mencapai 265 juta. Masih ada 35 juta masyarakat yang belum memiliki keanggotaan BPJS.
“Guna mengatasi hal itu, BPJS mencontoh kesuksesan aplikasi Peduli Lindungi yang pada akhirnya dipakai oleh mayoritas masyarakat,” imbuhnya.
Administrasi Lain Dengan BPJS
Selain mengenai jual-beli tanah dan bangunan, terdapat beberapa proses layanan administrasi lain yang melibatkan kepesertaan BPJS Kesehatan.
Yakni layanan SIM, STNK, dan SKCK. Kemudian umroh dan naik haji, penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR), petani yang mendapatkan hibah kementerian dan nelayan yang mendapat hibah kementerian, serta sejumlah perizinan administrasi lainnya.
Di antara beberapa layanan administrasi tersebut, memang mengenai jual-beli tanah dan bangunan yang paling ramai diperbincangkan. Beragam reaksi kemudian timbul di kalangan masyarakat.
“Kepengurusan SIM dan STNK akan lebih sesuai. Keduanya memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan, karena menyangkut keselamatan dan kecelakaan jalan,” terang Bintoro.
BPJS Kesehatan Harus Berbenah
Berangkat dari persoalan kurangnya peserta tersebut, Bintoro mengatakan bahwa BPJS perlu berbenah.
“Pertama, harus mampu memberi penjelasan atau sosialisasi kepada semua warga mengenai manfaat BPJS kesehatan di kemudian hari,” tegasnya.
Selain itu, Bintoro juga menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan harus mempermudah layanan klaim. “Tentunya dengan proses yang cepat dan mudah,” imbuhnya.
BPJS Kesehatan juga dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Hal itu semata untuk memperbaiki kualitas layanan. Selain itu melalui cara tersebut, masyarakat akan lebih yakin dan percaya bahwa BPJS akan memberi keuntungan bagi dirinya dan keluarganya.
“Cara-cara tersebut akan meningkatkan akses keanggotaan BPJS. Mereka akan tergabung dalam BPJS bukan karena keterpaksaan. Melainkan memang menyadari bahwa BPJS sangat berguna bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat,” tandasnya.
Editor : Ali Masduki