Rangkaian Adat saat Hari Raya Nyepi di Bali
Rangkaian upacara adat saat Hari Raya Nepi di Bali terdiri dari beberapa bagian. Pertama, upacara Melasti atau upacara Melis yang dilaksanakan pada sasih kesanga.
Upacara tersebut dilakukan untuk menyucikan pratima, sarana dan peralatan upacara dengan cara diarak ke laut, danau, atau sungai.
Pratima merupakan simbol Dewa/Bhatara yang dipergunakan sebagai alat untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa (sebutan Tuhan Yang Maha Esa bagi umat Hindu).
Kemudian dilanjut dengan upacara Pengrupukan yang juga dikenal dengan nama lain upacara Tawur Kesanga atau Tawur Agung.
Upacara ini berfungsi menjaga keseimbangan alam semesta maupun diri manusia dari gangguan bhuta kala, yang merupakan sebutan untuk sosok mahluk jahat dengan wujud wajah menyeramkan, dan muncul sebagai makhluk penggoda.
Pada upacara Pengrupukan, umat Hindu di Bali akan memberikan sesajen caru dan biasanya diiringi pula dengan arak-arakan ogoh-ogoh yang merupakan simbol dari bhuta kala.
Arak-arakan dilaksanakan pada malam hari dan diakhiri dengan pembakaran ogoh-ogoh sebagai simbol bahwa kekuatan negatif sudah dinetralisir.
Menjelang matahari terbit di ufuk timur, barulah umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi. Ketika merayakan Nyepi, umat Hindu di Bali memperoleh pembelajaran untuk mengendalikan diri dengan cara tidak bepergian dan tidak beraktivitas/bekerja.
Selain itu, masyarakat Bali tidak melakukan aktivitas yang dapat mencemarkan badan atau menikmati bermacam hiburan. Mereka juga tidak menyalakan api atau lampu yang biasa disebut Catur Bratha Penyepian.
Setelah 24 jam melaksanakan Catur Bratha Penyepian, Hari Nyepi kemudian ditutup hari Ngembak Geni yang berarti bebas menghidupkan api.
Biasanya, umat Hindu juga saling mengunjungi keluarga dan teman, agar bisa saling memaafkan atas segala kekhilafan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
Editor : Ali Masduki