SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur, Prof. Warsono, menyoroti janji pendidikan gratis yang diusung oleh salah satu bakal calon Gubernur Jawa Timur. Menurutnya, pendidikan tidak seharusnya menjadi konsumsi politik, apalagi disamaratakan di semua daerah di Jawa Timur. Ia menegaskan bahwa setiap wilayah memiliki tantangan dan kebutuhan yang berbeda.
Seperti yang diketahui, pendidikan gratis menjadi salah satu janji politik yang digaungkan oleh bakal calon gubernur nomor urut 3, Tri Rismaharini dan Gus Hans. Jika terpilih, mereka berjanji akan menerapkan pendidikan gratis untuk jenjang SMA/SMK se-Jatim, seperti yang pernah dilakukan Risma saat menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.
Namun, Prof. Warsono menilai program ini tidak bisa begitu saja dibandingkan antara tingkat kota dan provinsi. "Surabaya memang memiliki pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi, tapi provinsi ini mencakup 38 kabupaten/kota yang memiliki tantangan berbeda," ujar Warsono, Jumat (25/10).
Ia juga menegaskan bahwa Kota Surabaya tidak dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan program pendidikan gratis di tingkat provinsi.
“Jumlah penduduk Surabaya jauh lebih sedikit dibandingkan Jawa Timur secara keseluruhan, dan PAD-nya juga tidak bisa diukur secara sama. Jadi, tidak bisa dibandingkan begitu saja,” tambahnya.
Warsono juga menyoroti bahwa PAD yang tinggi di Surabaya memungkinkan kota tersebut mengalokasikan dana lebih besar untuk pendidikan. “Sementara itu, provinsi memiliki sektor lain yang juga membutuhkan perhatian, tidak hanya pendidikan,” jelasnya.
Lebih jauh, Prof. Warsono mengkritik penggunaan pendidikan sebagai alat politik dalam kampanye. Ia menilai, fokus utama seharusnya pada pendidikan yang berkualitas dan terjangkau, bukan sekadar gratis.
"Pendidikan adalah hak, tapi pemerintah dan masyarakat juga harus berkolaborasi dalam pembiayaan. Anggaran pendidikan tidak cukup untuk menjamin mutu pendidikan yang tinggi jika semuanya digratiskan," katanya.
Ia menambahkan, pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa istilah pendidikan gratis kerap menimbulkan keluhan dari sekolah yang kesulitan memenuhi kebutuhan operasionalnya.
“Bolehlah gratis untuk yang miskin, tapi bagi yang mampu tetap harus berkontribusi. Jika tidak, kita akan sulit menjaga mutu pendidikan,” tegasnya.
Di sisi lain, pemerintah Jawa Timur sudah menjalankan berbagai program untuk membantu biaya pendidikan. Program seperti Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) Madrasah Diniyah dan Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) telah berjalan sejak beberapa tahun lalu untuk meringankan beban orang tua.
“BOSDA MADIN dan BPOPP adalah langkah konkret dari Pemprov Jatim. Program ini berhasil meringankan biaya pendidikan bagi santri dan siswa dari keluarga kurang mampu,” jelas Prof. Warsono.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya tidak hanya fokus pada pendidikan gratis, tetapi juga pada peningkatan mutu. “Mutu pendidikan berkorelasi langsung dengan biaya. Jika kita tidak hati-hati dalam merencanakan, janji pendidikan gratis justru bisa menjadi bumerang bagi kualitas pendidikan kita,” pungkasnya.
Dengan dana miliaran yang sudah dialokasikan sejak 2019 hingga 2024, Prof. Warsono berharap fokus pendidikan di Jawa Timur tetap pada mutu dan pemerataan akses, bukan sekadar janji politik yang belum tentu bisa direalisasikan.
Editor : Arif Ardliyanto