Saat menjadi Ketua IPPNU, Mundjidah kala itu masih berusia 16 tahun. Saat itu, Ia masih duduk dibangku Kelas IV Madrasah Muallimat Tambakberas, Kabupaten Jombang.
Setelah menuntaskan tugasnya sebagai Ketua IPPNU, Mundjidah kemudian mulai aktif Fatayat NU. Pada periode 1969-1972 dirinya didapuk menjadi Ketua II PC Fatayat NU Jombang.
Pada tahun 1973 hingga 1978 Mundjidah ditunjuk menjadi Sekretaris PC Muslimat NU Jombang. Lalu pada periode 1978 - 1983, Ia didapuk menjadi Ketua PC Fatayat NU Jombang.
Selanjutnya, Ia menjadi Ketua PC Muslimat NU Kabupaten Jombang, pada periode Tahun 1984-1985, Tahun 1999-2005, serta Tahun 2005-2010.
Kiprah dan pengalaman Mundjidah tak hanya di lingkungan NU. Ia juga pernah menjabat sebagai pengurus organisasi pemberdayaan perempuan di segmen lain, baik di Jombang, maupun Jawa Timur.
Membangun Keluarga
Mundjidah menikah dengan KH. Imam Asy'ari Muhsin pada 22 Juli 1968. Keduanya tidak saling mengenal sebelum pernikahan.
Dikisahkan Mundjidah, Ia justru kenal lebih dulu dengan adik dari Imam Asy'ari. Keduanya saling mengenal, sebab kala itu keduanya sama-sama menjabat sebagai Ketua IPPNU.
Saat itu, Mundjidah menjabat sebagai Ketua IPPNU Kabupaten Jombang, sedangkan adik dari Imam Asyari sebagai Ketua IPPNU Blitar.
Imam Asy'ari sendiri merupakan anak dari Kiai Muhsin, santri kesayangan KH. Hasyim Asy’ari, sekaligus mantan lurah Pondok Pesantren Tebuireng.
Setelah mondok di Tebuireng, Kiai Muhsin pulang ke Blitar, menjadi pengasuh pesantren, serta menjadi sosok penting berdirinya NU di Blitar.
Adapun Imam Asy’ari, sebelum menikah dengan Mundjidah, menghabiskan waktunya dengan belajar di Pondok Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
“Awalnya ya tidak kenal, kami dijodohkan. Pikiran kami waktu itu ya birrul walidain, manut dengan apa yang diminta orang tua. Waktu itu yakin bahwa pilihan orang tua adalah jodoh yang dipilihkan oleh Allah SWT,” ungkap Mundjidah, saat ditemui iNews di kediamannya.
Berangkat dari latar belakang yang sama, Mundjidah dan Imam Asy’ari menjalani hari-hari sebagai suami istri dengan bahagia, hingga dikarunia 6 anak.
Ditinggal Sang Suami
Selama menjalani kehidupan rumah tangga bersama Imam Asy’ari, mengku mendapatkan perlakuan istimewa dari suaminya.
Oleh suaminya, Mundjidah diberi kebebasan untuk menjalankan aktivitas di luar rumah, termasuk berorganisasi. Dalam hal mengurus keluarga, keduanya juga berbagi peran secara adil tanpa mengabaikan kewajiban masing-masing.
Editor : Arif Ardliyanto