get app
inews
Aa Text
Read Next : Kontroversi Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, Golkar Jatim Bersikukuh

Di Tangan ‘Sakti’ Sang Jenderal, Soeharto Dipoles Jadi Presiden RI Kedua

Jum'at, 11 Maret 2022 | 08:00 WIB
header img
Jenderal Nasution terkenal dengan prinsip yang kuat, ia dikenal kukuh dan tidak gentar menghadapi ketidakberesan

Tak banyak orang tahu tangan ‘sakti’ Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution merupakan sosok yang memoles Soeharto menjadi Presiden RI kedua. Karena jasanya, Soeharto memutuskan untuk memberi gelar Jenderal Besar dengan 5 bintang di atas bahunya mirip Jenderal Soedirman.

Jenderal Nasution terkenal dengan prinsip yang kuat, ia dikenal kukuh dan tidak gentar menghadapi ketidakberesan. Ketika mendapati politisi sipil mulai campur tangan di tubuh militer, ia mengajukan petisi kepada Presiden Soekarno agar membubarkan parlemen. 

Namun, keberanian Pak Nas panggilan akrab Nasution ini dianggap menekan Presiden kala itu. Akibatnya, Nasution dicopot dari jabatan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada tahun 1952. Akan tetapi tiga tahun kemudian jabatan itu kembali diberikan kepadanya. 

Hubungan antara Presiden Soekarno dan Jenderal AH Nasution sempat tak harmonis saat Pak Nas melihat kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI pada awal tahun 1960. Ketidaharmonisan itu terus meruncing hingga terjadi peristiwa berdarah yang dilancarkan PKI dengan Gerakan 30 September-nya. 

Sebagai jenderal yang menolak komunis, Pak Nas pun menjadi ‘sasaran tembak’ bagi PKI. Beruntung, Pak Nas selamat dari penculikan berdarah itu meski kakinya terkena tembakan. Hadiah pahit yang diterima Nasution seumur hidup.

Dalam peritiwa tragis itu, Pak Nas harus merelakan puteri mungilnya, Ade Irma Suryani Nasution, yang meninggal dunia akibat serangan 30 September tersebut. Hubungan Pak Nas dan Presiden Soekarno pun semakin tidak harmonis. Apalagi setelah peristiwa berdarah itu Presiden Soekarno ‘tidak menyalahkan’ PKI. 

Pak Nas kemudian bersatu dengan Mayor Jenderal Soeharto yang menjabat Pangkostrad (Panglima Komando Strategi Angkatan Darat). Mereka menumpas dan memberantas PKI hingga akhirnya Presiden Soekarno tidaklagi menjabat presiden. 


Jenderal Nasution terkenal dengan prinsip yang kuat, ia dikenal kukuh dan tidak gentar menghadapi ketidakberesan

Pak Nas kemudian ditunjuk sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Beberapa petinggi Angkatan Darat bahkan memintanya untuk menggantikan Soekarno sebagai presiden. 

Lewat keputusannya, MPRS kemudian menetapkan Jenderal Soeharto menjadi Presiden pada tahun 1968. Dimulailah lembaran baru dalam pemerintahan Indonesia dengan sebutan Orde Baru (Orba). 

Kemesraan hubungan Pak Nas dengan Presiden Soeharto rupanya juga tidak berlangsung lama. Keterlibatan Pak Nas dalam Petisi 50 menyebabkan Pak Nas dipensiunkan lebih dini dari dunia militer. 

Perlahan namun pasti nama Pak Nas ‘lenyap’ dan pentas politik dan militer nasional. Seperempat abad kemudian, 1997, nama Pak Nas kembali muncul. Secara tidak terduga ia dianugerahi pangkat Jenderal Besar pada peringatan HUT ABRI 5 Oktober 1997 oleh Presiden Soeharto. 


Jenderal Nasution terkenal dengan prinsip yang kuat, ia dikenal kukuh dan tidak gentar menghadapi ketidakberesan

Jadilah ia salah satu dan tiga orang di Republik ini yang menyandang 5 bintang di atas bahunya. Dua jenderal lainnya adalah Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Jenderal Besar Soeharto.

Sekitar tiga tahun kemudian, tanggal 6 September 2000, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Soebroto Jakarta setelah dirawat beberapa waktu. 

Pak Nas menghadap Ilahi karena menderita stroke. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Indonesia dan TNI tentu kehilangan sosok jenderal sehebat Pak Nas. 

Pemikiran dan keteguhannya dalam menyuarakan kebenaran patut diapresiasi. Adapun buku fenomenal berjudul “Pokok-Pokok Gerilya” itu ditulisnya ketika ia tak lagi menjabat Kepala Staf Angkatan Darat pada tahun 1952. 


Jenderal Nasution terkenal dengan prinsip yang kuat, ia dikenal kukuh dan tidak gentar menghadapi ketidakberesan

AH Nasution menulis buku itu berdasarkan pengalamannya sendiri saat berjuang dan mengorganisir perang gerilya selama Perang Kemerdekaan Indonesia. Ia diketahui turut serta dalam Revolusi Kemerdekaan (1946–1948) saat masih memimpin Divisi Siliwangi. Berlanjut ke Revolusi Kemerdekaan II (1948-1949) yang kala itu Pak Nas menjabat Panglima Komando Jawa. 

Dalam buku “Pokok-Pokok Gerilya” yang ditulisnya itu, Jenderal AH nasution membeberkan bahwa peperangan abad ini adalah perang rakyat semesta. Ia menguraikan bahwa dalam peperangan bukan hanya kedua belah pihak angkatan bersenjata yang berperang. 

Peperangan telah menjadi lebih luas dan lebih dalam, antara lain pula karena kemajuan teknik. Peperangan dewasa ini meminta sifat yang semesta, seantero rakyat baik harta dan tenaganya tersedia untuk diolah, untuk mencapai kemenangan. 

Semua sumber-sumber yang tersedia harus dipergunakan. “Untuk mengalahkan bangsa lawan, bukan saja harus dibinasakan angkatan bersenjatanya, melainkan harus demikian pula semua susunan dan lembaga politik dan sosial ekonominya. Perang dewasa ini, bergolak sekaligus di sektor militer, politik, psikologis, dan sosial-ekonomis. Maka sifat serangan adalah semesta, demikian pula yang diserang menggunakan pertahanan rakyat semesta,” demikian sekilas isi kandungan buku tersebut. 


Jenderal Nasution terkenal dengan prinsip yang kuat, ia dikenal kukuh dan tidak gentar menghadapi ketidakberesan

Awalnya buku itu dirilis pada tahun 1953, dan menjadi salah satu buku paling banyak dipelajari oleh akademi militer di dunia bersama dengan karya-karya Mao Zedong. Jenderal AH Nasution juga diketahui telah menulis sebanyak 77 buku. 

Di antaranya bertema seputar politik, militer, biografi, sosial, pendidikan. Di akhir hayatnya, Jenderal AH Nasution tidak mewariskan materi kepada keluarganya, melainkan perjuangan dan idealisme

Sumber: - "Pokok-pokok Gerilya” (Fundamentals of Guerrilla Warfare) - Dan Pertahanan Republik Indonesia Di Masa Yang Lalu Dan Masa Yang Akan Datang", Jenderal Besar DR. A.H. Nasution- penyunting Kol. Caj. Dra. Nasikhah M., A. Yogaswara, Cet. I - Yogyakarta, Penerbit: NARASI. - www.sejarawan.com

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut