SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kemunculan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut Sidoarjo, Jawa Timur, menimbulkan keprihatinan.
Thanthowy Syamsuddin SE MAB, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR, menyoroti potensi ancaman terhadap hak akses masyarakat dan kelestarian ekosistem laut.
Thanthowy mengungkapkan temuan tiga titik lokasi di wilayah timur ekowisata mangrove Gunung Anyar seluas kurang lebih 656 hektar yang terdaftar memiliki sertifikat HGB.
Informasi ini dapat diverifikasi melalui aplikasi Bhumi dari Kementerian ATR/BPN. Ia khawatir situasi serupa akan terjadi seperti di Tangerang.
"Ruang lingkup laut adalah wilayah kebebasan bersama," tegas Thanthowy. Semua masyarakat memiliki hak yang sama untuk mengelola wilayah laut, tanpa privatisasi. Ia menegaskan betapa pentingnya perlindungan ekosistem laut dalam konsep ekonomi biru.
Menurut Thanthowy, pemberian sertifikat HGB di wilayah laut bertentangan dengan regulasi yang berlaku.
"Keanekaragaman ekosistem laut harus dijaga dan dikelola bersama agar semua pihak dapat merasakan manfaatnya," tuturnya.
Thanthowy mencontohkan ketergantungan ekonomi masyarakat sekitar laut terhadap hasil laut, terutama budidaya ikan sebagai sumber pangan utama.
"Ketidakjelasan status HGB di laut akan sangat memengaruhi kondisi masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, peran bersama untuk menjaga lingkungan. Pemerintah harus tegas dalam menegakkan aturan, terutama jika wilayah laut tersebut merupakan kawasan konservasi. Masyarakat dan sektor swasta juga dapat berkontribusi, misalnya melalui penanaman mangrove.
"Saya berharap pemerintah mencabut sertifikat HGB yang tidak sesuai regulasi dan meningkatkan transparansi," pungkas Thanthowy.
"Akademisi dan masyarakat harus bersama-sama menjaga lingkungan dan menyuarakan tindakan yang tidak sesuai aturan," tandasnya.
Editor : Ali Masduki