SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kuasa hukum masyarakat adat Desa Gulinten, Nina Yanti, SH, S.Sos, M.Si, mendatangi Polda Bali bersama dengan perwakilan desa untuk meminta perlindungan hukum dan mediasi atas konflik yang terjadi antara Desa Gulinten dan Desa Ngis.
Konflik ini terkait destinasi wisata Lahangan Sweet, yang menjadi andalan pariwisata bagi warga Desa Adat Gulinten, Kecamatan Abang, Kabupaten, Karangasem, Bali.
Permasalahan ini bermula dari adanya dugaan pungutan liar (pungli) dan pemaksaan penggunaan shuttle bus yang memberatkan wisatawan.
Menurut Nina Yanti, polemik ini berawal ketika Desa Ngis berupaya mendapatkan bagian dari pendapatan wisata Lahangan Sweet dengan menerapkan sistem shuttle bus bagi pengunjung. Namun, masyarakat Desa Gulinten menilai bahwa keberadaan shuttle bus tersebut justru menjadi alat pemaksaan bagi wisatawan.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa wisatawan yang ingin mengunjungi Lahangan Sweet dipaksa menggunakan shuttle dengan tarif tambahan, yang menyebabkan harga tiket masuk membengkak hingga Rp170.000, jauh dari tarif normal sekitar Rp50.000-Rp60.000.
"Akhirnya, beberapa wisatawan juga mengeluhkan adanya pungli dan tindakan penghadangan di jalan menuju destinasi wisata tersebut. Hal ini mengakibatkan turunnya rating Lahangan Sweet di berbagai platform wisata online, yang sebelumnya memiliki ulasan positif dari wisatawan domestik maupun mancanegara," kata Nina, Jumat (31/1/2025).
Menyikapi situasi ini, lanjut Nina, Desa Gulinten sebelumnya telah berupaya mencari solusi melalui Polres Karangasem dalam program "Jumat Curhat." Namun, hingga kini belum ada solusi konkret yang ditawarkan.
Oleh karena itu, pihak Desa Gulinten meminta Kapolda Bali untuk turun tangan sebagai mediator guna mencegah potensi konflik yang lebih besar di masa mendatang.
"Kami berharap Kapolda Bali bisa segera merespons permasalahan ini dan menjadi penengah agar tidak terjadi konflik berkepanjangan. Wisata ini awalnya dibangun atas swadaya masyarakat, dan hasilnya seharusnya bisa dinikmati oleh warga tanpa ada tekanan dari pihak lain," ujar Nina Yanti.
Menurutnya, permasalahan ini juga menyangkut wanprestasi, karena sebelumnya telah ada kesepakatan terkait pembagian hasil dari shuttle bus sebesar Rp10.000 per tiket, namun kesepakatan tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh pihak terkait.
"Kami berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan kehadiran Polda Bali, baik Kapolda Bali atu Dir Binmas Polda Bali. Kami tidak ingin, ada bentrokan antar masyarakat adat di Bali," pungkasnya
Editor : Ali Masduki