Penjualan Telur Penyu di Bawean Masih Terjadi, Masyarakat Perlu Diberikan Edukasi Perlindung Penyu

Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Menteri No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, sudah menetapkan penyu sebagai hewan yang dilindungi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan pun telah mengeluarkan Surat Edaran No. SE 526 Tahun 2015 yang mengatur perlindungan terhadap penyu, telur, bagian tubuh, dan produk turunannya. Selain itu, pelaku perdagangan penyu, baik penjual maupun pembeli, bisa dikenakan hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Yusra berharap agar pihak terkait, seperti BKSDA, Wilker PSDKP Bawean, dan semua pihak yang peduli, segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi praktik penjualan telur penyu ini. Penegakan hukum yang lebih tegas diharapkan dapat mencegah punahnya penyu dan menjaga keberlanjutan habitat alami mereka.
“Kami berharap agar ada tindak lanjut yang lebih serius terkait masalah ini. Kami tidak ingin calon tukik dan habitat penyu di Bawean rusak atau bahkan punah,” tambah Yusra.
Untuk itu, penting bagi pemerintah dan berbagai organisasi konservasi untuk terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melindungi penyu dan betapa pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut yang sangat bergantung pada keberadaan penyu. Sosialisasi yang lebih luas mengenai peraturan perlindungan penyu akan sangat membantu dalam menjaga kelestarian hewan laut ini.
Editor : Arif Ardliyanto