Sementara itu, terkait tugas Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL), Zabadi menekankan hal itu tidak sekadar ngobrol dan berdiskusi dengan pelaku koperasi yang menjadi dampingannya.
"Mereka dituntut harus turut serta menjadi pendobrak dan menjadi katalis bagi kemajuan koperasi. PPKL harus mampu menjadi konsultan, pendamping dan staf ahli bagi koperasi untuk menemukan pasar yang lebih luas," jelas Zabadi.
Menurut Zabadi, salah satu hal yang harus mampu dilakukan para tenaga PPKL adalah mengenalkan para pengurus koperasi pada digitalisasi koperasi.
"Produk-produk koperasi perlu dimasukkan dalam laman Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)," kata Zabadi.
Dengan masuknya produk UMKM dan koperasi di laman LKPP, maka potensi pasar mereka semakin luas. Sebab, ada kewajiban bagi Kementerian dan Lembaga membelanjakan anggarannya untuk belanja barang dan jasa UMKM dan koperasi sebesar 40 persen.
"Jadi, pendampingan kepada koperasi harus dilakukan bukan sekadar ngobrol dan lihat produknya. Tapi, cek pasarnya bagus atau tidak, dan masukkan ke laman e-Katalog LKPP. Arahnya nanti begitu," ucap Zabadi.
Jadi, lanjut Zabadi, PPKL harus menginvetarisasi produk unggulan koperasi lalu kurasi, dan cek persyaratan untuk masuk ke market place dan e-katalog.
"Setelah terpenuhi, dampingi dan pastikan produk itu masuk ke LKPP," tandas Zabadi.
Mengingat tugas yang berat itu, Zabadi menekankan pentingnya para PPKL untuk selalu menjadi katalisator bagi koperasi untuk terus melakukan transformasi.
Sebab, dengan transformasi model koperasi yang disesuaikan dengan kondisi terkini, maka peluang bagi koperasi untuk menjadi besar dan berkembang menjadi sangat besar.
"Kalau ini tidak bisa dipenuhi oleh kita untuk apa ada PPKL. Jadi, bantu koperasi ini untuk memperbaiki produk dan kualitasnya. Arahkan koperasi memiliki kualitas produk yang baik, sehingga tidak ada keraguan bagi pemerintah dan BUMN, swasta untuk menggunakan produk koperasi," jelas Zabadi.
Diakui Zabadi, tantangan utama dalam pengembangan koperasi di Indonesia adalah rendahnya minat masyarakat untuk berkoperasi. Masyarakat masih kerap memandang koperasi sebagai lembaga yang kurang terpercaya.
"Oleh sebab itu, menjadi tugas PPKL juga untuk memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat terhadap koperasi," tegas Zabadi.
Memang, minat masyarakat yang rendah menjadi faktor lambatnya pertumbuhan jumlah anggota koperasi di Indonesia. Minat masyarakat berkoperasi hanya sebatas 8,4 persen. "Sementara di negara-negara kapitalis saja, minat masyarakat berkoperasi rata-rata 16 persen," ungkap Zabadi.
Editor : Ali Masduki