Sidang Samiatie, Ahli Hukum Ungkap Pentingnya Petitum dan Posita dalam Gugatan Perdata
SURABAYA - Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diajukan oleh Samiatie kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, pada Rabu (14/5/2025). Dalam persidangan kali ini, Samiatie melalui kuasa hukumnya menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Dr. Bambang Sugeng Ariadi Subagyono, SH., MH., yang juga merupakan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2024-2027.
Gugatan PMH ini melibatkan beberapa pihak, termasuk sebuah perbankan sebagai Tergugat 1, serta Kementerian Keuangan RI dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang sebagai tergugat lainnya. Dr. Bambang Sugeng memberikan penjelasan mendalam mengenai ketentuan hukum yang relevan, khususnya terkait perjanjian dan lelang.
Menurut Dr. Bambang Sugeng, syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mencakup kesepakatan para pihak, kecakapan, objek tertentu, dan kausa yang diperbolehkan.
"Jika syarat subyektif dan obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan atau bahkan batal demi hukum," jelasnya.
Ia menegaskan bahwa perjanjian pokok dalam perbankan, seperti perjanjian kredit, tidak wajib berbentuk akta notariil, namun perjanjian penjaminan seperti fidusia harus dilakukan secara notariil agar sah secara formil.
Dr. Bambang Sugeng juga menguraikan konsekuensi hukum jika perjanjian pokok dinyatakan batal demi hukum.
"Perjanjian turunan atau assesoir yang mengikuti perjanjian pokok juga akan batal demi hukum," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pembatalan perjanjian dapat dilakukan melalui kesepakatan para pihak atau melalui pengadilan sesuai Pasal 1328 ayat (2) dan Pasal 1267 BW.
Dalam persidangan, ahli juga membahas soal surat kuasa yang diatur dalam Pasal 1792 BW. Ia menegaskan bahwa surat kuasa hanya berlaku untuk urusan, bukan untuk pengalihan kepemilikan.
"Jika dilanggar, surat kuasa akan batal demi hukum," tegasnya.
Mengenai jaminan utang, Dr. Bambang Sugeng membedakan antara jaminan kebendaan dan jaminan perorangan (penanggungan).
"Penanggungan hanya mendukung perjanjian pokok, dan hak tanggungan tetap melekat pada pihak yang membuat perjanjian pokok," jelasnya.
Salah satu poin penting yang disorot adalah mekanisme lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Dr. Bambang Sugeng menegaskan bahwa tidak ada ketentuan yang mewajibkan peserta lelang untuk menyertakan pernyataan siap digugat.
"Aturan seperti itu jelas melanggar Pasal 1457 KUHPerdata dan berpotensi menjadi paksaan yang dapat menimbulkan pidana," katanya.
Ahli juga menjelaskan perbedaan kedudukan antara tergugat dan turut tergugat dalam gugatan. "Tergugat adalah pihak yang dianggap merugikan dan dimintai pertanggungjawaban, sedangkan turut tergugat hanya ikut serta, seperti notaris yang membuat akta," jelasnya.
Menjawab pertanyaan terkait gugatan yang tidak mencantumkan petitum, Dr. Bambang Sugeng menegaskan bahwa putusan pengadilan harus berdasarkan petitum dan posita.
"Majelis hakim tidak boleh memutus perkara tanpa petitum karena hal ini melanggar asas ultra petitum sebagaimana diatur dalam Pasal 178 ayat (3) HIR," tegasnya.
Selain itu, ahli juga menguraikan konsep itikad baik pembeli dalam konteks lelang. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 dan yurisprudensi terkait, pembeli yang mengikuti lelang secara terbuka dan memenuhi kewajiban pembayaran dapat dikategorikan sebagai pembeli beritikad baik.
Sidang Samiatie yang menghadirkan penjelasan komprehensif dari Dr. Bambang Sugeng ini memberikan gambaran jelas tentang aspek hukum perjanjian, lelang, dan dampak hukum gugatan yang tidak memenuhi kaidah formalitas, khususnya terkait petitum dalam posita gugatan. Hal ini menjadi penting untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum dalam proses peradilan.
Editor : Ali Masduki