get app
inews
Aa Text
Read Next : Usai Silaturahmi PBNU di Tebuireng, Gus Yahya Terbuka Untuk Islah

Peran Strategis Pesantren di Era Digital, Gus Yahya Tekankan Pentingnya Keaslian Sanad Ilmu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:37 WIB
header img
Gus Yahya serukan pesantren adaptif terhadap era digital tanpa meninggalkan sanad ilmu. Ini strategi NU menjaga otentisitas keilmuan Islam. Foto iNewsSurabaya/ist

JOMBANG, iNewsSurabaya.id – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan modernisasi yang mengubah berbagai aspek kehidupan, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, menyerukan pentingnya konsolidasi di kalangan pesantren. Dalam pertemuan akbar para pengasuh pondok pesantren dari seluruh Indonesia yang digelar di Jombang, Jawa Timur, Gus Yahya sapaan akrabnya menggarisbawahi peran strategis pesantren sebagai benteng moral, intelektual, dan spiritual bangsa.

Acara tersebut menjadi momentum penting untuk memperkuat solidaritas antar-pesantren dan menegaskan kembali posisi pesantren dalam menjawab tantangan zaman, khususnya di era digital yang penuh disrupsi.

Dalam pidatonya, Gus Yahya menekankan bahwa pesantren tidak boleh pasif dalam menyikapi perubahan zaman. Justru sebaliknya, lembaga pendidikan Islam tradisional ini harus menjadi garda depan dalam merespons transformasi sosial, budaya, dan teknologi yang kian cepat.

"Perubahan adalah keniscayaan. Tapi posisi kita sebagai umat yang berilmu harus tetap kokoh. Santri dan pesantren tidak boleh gamang menghadapi era digital, tetapi tetap harus menjaga akar tradisi dan sanad keilmuan," tegas Gus Yahya di hadapan ratusan pengasuh pesantren.

Menurutnya, sanad atau mata rantai keilmuan adalah hal yang sangat fundamental dalam tradisi Islam. Ia menekankan bahwa ilmu yang diajarkan di pesantren harus bisa ditelusuri asal-usulnya, dari guru ke guru, hingga sampai kepada Rasulullah SAW. Hal inilah yang membedakan ilmu yang sahih dengan informasi yang belum tentu kebenarannya — terlebih di era digital yang penuh hoaks dan misinformasi.

Gus Yahya memberikan contoh konkret mengenai pentingnya sanad keilmuan. Ia menjelaskan bahwa dalam tradisi Islam, seorang sahabat Nabi adalah mereka yang pernah bertemu Rasulullah SAW, meskipun hanya dalam waktu singkat. Bahkan, orang yang hanya berada di dekat Rasulullah saat beliau tidur tetap dikategorikan sebagai sahabat.

"Dari sini kita belajar bahwa kedekatan dan kesinambungan dalam transmisi ilmu sangat penting. Kalau sanadnya tidak jelas, lalu seseorang mengajarkan sesuatu tanpa tahu sumbernya, itu bisa diibaratkan seperti mencuri ilmu," tandasnya.

Pernyataan ini menjadi peringatan serius bagi generasi muda dan para pengajar agar tidak sembarangan menyebarkan informasi atau ajaran agama, khususnya di media sosial dan platform digital lainnya. Santri, sebagai generasi penerus ulama, harus memahami nilai otentisitas dalam menuntut dan menyampaikan ilmu.

Pengasuh Pesantren: Adaptif, tapi Tidak Kehilangan Jati Diri

Senada dengan Gus Yahya, KH Moh. Nur Cholis M. Bsa., S.Pd.I., M.M., pengasuh Pondok Pesantren Miftahus Sa’adah Wirosari, menekankan pentingnya adaptasi pesantren terhadap perkembangan zaman. Namun demikian, ia juga mengingatkan bahwa adaptasi tidak boleh membuat pesantren kehilangan identitasnya.

“Kita harus cepat beradaptasi, tapi tetap memegang teguh prinsip dan nilai-nilai pesantren. Pesantren itu dibangun oleh komunitas, untuk komunitas. Maka kita harus terus terkoneksi dan relevan dengan masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menyebutkan bahwa peran pesantren saat ini tidak lagi sebatas sebagai lembaga pendidikan agama, melainkan sebagai pusat pengembangan masyarakat dan agen transformasi sosial.

Pertemuan besar di Jombang ini menunjukkan semangat baru dari PBNU di bawah kepemimpinan Gus Yahya dalam mengonsolidasikan kekuatan pesantren se-Indonesia. Dengan semakin meningkatnya peran digital dalam kehidupan sehari-hari, kolaborasi antar-pesantren di bidang teknologi, media, hingga literasi digital menjadi langkah strategis yang wajib ditempuh.

Langkah Gus Yahya ini pun mendapatkan respons positif dari para kiai dan pengasuh pondok. Mereka menyambut baik ajakan untuk menjaga sanad keilmuan sambil terus berinovasi dalam metode dakwah dan pengajaran.

Pertemuan para pengasuh pesantren se-Indonesia yang digagas oleh Gus Yahya bukan sekadar seremoni, melainkan panggilan untuk bersatu dan bergerak bersama menghadapi tantangan zaman. Pesantren kini dihadapkan pada realitas digital, namun tetap dituntut menjaga warisan intelektual Islam yang bersanad.

Dengan menjaga keseimbangan antara tradisi dan inovasi, pesantren akan tetap relevan dan menjadi pilar penting dalam membangun peradaban yang berakar kuat dan berpandangan jauh ke depan.

 

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut