Tanggapan positif datang dari sejumlah akademisi dan praktisi hukum. Dr. Rihantoro Bayuaji, S.H., M.H., menyatakan bahwa pendekatan omnibus law dalam regulasi bisa membuka jalan bagi integrasi sektor pasar modal dengan instrumen Blue Bond.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Dr. Suwarno Abadi, S.H., M.Si. mengingatkan bahwa kekosongan hukum justru membuka peluang penyalahgunaan wewenang dan menurunnya minat investasi di sektor kelautan.
Menariknya, Prof. Dr. Nugroho Mardi Wibowo, S.E., M.Si., selaku Ketua LPPM UWP, menyarankan pengembangan Blue Bond berbasis teknologi blockchain untuk menjamin transparansi dan pelaporan dana secara digital. Ia juga mengusulkan pendekatan keuangan syariah agar instrumen ini bisa menjangkau investor yang lebih luas, termasuk dari negara-negara Islam.
"Digitalisasi dan syariahisasi Blue Bond akan menjadikan ekonomi biru tidak hanya inklusif, tapi juga akuntabel dan berdaya saing global," ujar Prof. Nugroho.
FGD ini menjadi bagian dari upaya UWP untuk menjalankan visi sebagai Sociopreneur University, yang mendorong penelitian aplikatif dan berdampak nyata bagi masyarakat. Penelitian mengenai Blue Bond diharapkan menjadi pionir dalam mendorong lahirnya regulasi dan sistem pembiayaan inovatif untuk sektor kelautan nasional.
Dengan tantangan krisis iklim, eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, serta tekanan fiskal negara, pengembangan ekonomi biru melalui skema pembiayaan alternatif seperti Corporate Blue Bond bukan hanya penting tetapi mendesak.
Editor : Arif Ardliyanto