Seni Tradisi Tergerus Zaman, Cucu Bung Karno Ajak Seniman Surabaya Perkuat Makna dan Identitas
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Semakin cepatnya perubahan zaman membuat seni tradisi berada di persimpangan yang rawan: bukan hanya terancam kehilangan penikmat, tetapi juga kehilangan makna. Kekhawatiran inilah yang disampaikan Anggota Komisi X DPR RI, Puti Guntur Soekarno, saat membuka acara Semarak Budaya di Surabaya, Sabtu malam (15/11/2025).
Di hadapan ratusan pelaku seni, pegiat budaya, hingga anak muda yang memadati lokasi acara, Puti menyampaikan pesan yang menohok.
“Tantangan terbesar kita hari ini bukan hilangnya seni tradisi, tetapi hilangnya makna di baliknya,” ujarnya tegas dalam sambutan daring yang disambut riuh tepuk tangan peserta.

Menurut Puti, Surabaya dipilih sebagai tuan rumah bukan tanpa alasan. Kota Pahlawan dikenal memiliki napas kebudayaan yang kuat—mulai dari karakter masyarakatnya sampai seni pertunjukan yang tumbuh dari keseharian.
“Tradisi di Surabaya bukan sekadar peninggalan masa lalu. Ia membentuk karakter Arek Suroboyo yang berani, egaliter, dan terbuka,” kata cucu Proklamator RI itu.
Ia juga mengingatkan kembali pesan Bung Karno dalam konsep Trisakti, khususnya tentang pentingnya berkepribadian dalam kebudayaan.
“Berkepribadian bukan berarti anti budaya asing. Kita hanya perlu filter yang kuat,” tambahnya.
Puti mencontohkan bagaimana tari remo dan ludruk sering dianggap pertunjukan hiburan semata. Padahal, dua seni tradisi ini menyimpan nilai besar mulai dari penghormatan, keberanian, hingga kritik sosial yang menggelitik.
Hal itu sejalan dengan pandangan Joko Winarko, komponis sekaligus seniman yang baru meraih gelar doktor dan hadir sebagai narasumber dalam dialog budaya.
Joko menegaskan bahwa apresiasi seni tak cukup hanya berhenti pada menonton. Penonton harus ikut memahami nilai yang dibawa sebuah karya.
“Yang hilang itu bukan keseniannya, tapi makna yang semestinya kita jaga,” ujarnya.
Ia juga menilai bahwa tantangan zaman bukan alasan untuk bertahan dengan cara lama. Seniman harus berani memperbarui metode agar tetap dekat dengan generasi muda.
“Metode lama harus di-update supaya relevan. Seniman itu agen kebudayaan. Kalau tidak mengikuti perkembangan, ya bisa kalah dengan zaman, kayak angkot yang kalah sama ojek online,” katanya yang langsung disambut tawa peserta.

Acara semakin meriah ketika para seniman ludruk tampil menghibur. Candaan khas, tepuk tangan, dan interaksi spontan membuat suasana hangat sekaligus membuktikan bahwa seni tradisi tetap memiliki tempat di hati masyarakat Jawa Timur.
Kegiatan bertema “Semarak Membangun Apresiasi Masyarakat Terhadap Kesenian Tradisi” ini digelar oleh Kementerian Kebudayaan bersama Komisi X DPR RI. Melalui kegiatan ini, pemerintah berharap ada langkah nyata untuk menghidupkan kembali seni tradisi agar tetap relevan dan tidak hilang dimakan zaman.
Seiring perkembangan teknologi dan budaya populer, para seniman dan masyarakat diharapkan terus menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam setiap karya. Karena, seperti pesan Puti, seni bukan sekadar pertunjukan—melainkan identitas yang perlu dirawat bersama.
Editor : Arif Ardliyanto