Aturan Baru di Surabaya, Siswa Tak Boleh Gunakan HP Saat Jam Pelajaran, Begini Alasannya
Sebagai solusi, setiap satuan pendidikan diminta menyediakan loker atau boks penyimpanan gawai di kelas maupun ruang guru. Selain itu, sekolah harus menyiapkan hotline resmi agar orang tua tetap bisa berkomunikasi dalam situasi mendesak.
“Kami menekankan penerapan sanksi yang bersifat edukatif dan proporsional. Komite Sekolah serta Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) juga berperan aktif dalam sosialisasi dan evaluasi kebijakan ini,” imbuh Eri.
Menariknya, kebijakan ini tidak berhenti di lingkungan sekolah. Pemkot Surabaya juga mengajak keluarga dan masyarakat ikut ambil bagian. Orang tua diminta menjadi garda terdepan dalam pengawasan penggunaan gawai di rumah.
“Batasi penggunaan gawai anak maksimal dua jam per hari di luar kebutuhan belajar. Gunakan di ruang terbuka seperti ruang keluarga, bukan di kamar tidur,” pesan wali kota yang akrab disapa Cak Eri.
Ia juga mendorong orang tua mengaktifkan fitur parental control, mulai dari pembatasan usia konten, filter pencarian aman, hingga pengaturan waktu layar dan privasi media sosial anak. Lebih dari itu, Cak Eri menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara orang tua dan anak terkait risiko dunia digital.
“Diskusikan bahaya internet, beri contoh penggunaan gawai yang bijak, dan dorong anak mengikuti aktivitas non-gawai seperti olahraga, seni, atau kegiatan komunitas,” katanya.
Untuk memastikan kebijakan berjalan efektif, jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya diminta rutin melakukan pelatihan, bimbingan teknis, pemantauan lapangan, serta evaluasi berkala. Saluran pengaduan resmi juga harus disediakan dan mudah diakses masyarakat.
Cak Eri berharap, kolaborasi antara sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah dapat menciptakan ekosistem digital yang sehat dan aman bagi anak-anak Surabaya. Ia pun mengajak masyarakat tidak ragu melapor jika menemukan konten digital berisiko pada perangkat anak.
“Tokoh agama, pemuda, RT, RW, hingga influencer punya peran penting dalam sosialisasi dan pengawasan. Perlindungan anak di dunia digital adalah tanggung jawab bersama,” pungkasnya.
Dengan kebijakan ini, Pemkot Surabaya berharap ruang kelas kembali menjadi tempat belajar yang fokus, interaktif, dan membangun karakter—tanpa harus sepenuhnya terputus dari kemajuan teknologi.
Editor : Arif Ardliyanto