Sosok Jenderal TNI (Purn) Soemitro Sastrodihardjo memiliki cerita unik dalam perjalanan karirnya. Ia menjadi seorang Jenderal dengan berbagai proses, mulai mendapatkan petunjuk jailangkung hingga kebiasaan mencuri makanan.
Perjalanan karirnya dimulai dengan permainan bersama teman-temannya. Saat itu, Jenderal kelahiran Sebaung, Gending, Probolinggo, Jawa Timur 13 Januari 1927 mengadakan permainan. Dalam permainan itu, Soemitro diarahkan untuk menjadi Jenderal. Dengan ketekunannya, akhirnya ia menjadi salah satu jenderal yang cukup disegani dimasanya.
Memang ada cerita unik dari kisahnya di dunia militer. Cerita ini berbeda dari kebanyakan tentara lainnya, ia memutuskan untuk menjadi tentara dengan alasan ‘petunjuk jailangkung’.
Semua berawal saat dirinya berusia 15 tahun. Saat itu Soemitro yang sebelumnya memiliki cita-cita sebagai seorang insinyur, berubah menjadi tentara karena dirinya yang iseng bermain jailangkung bersama kawannya di Surabaya, Gatot Supangkat.
Ketika itu tentara Jepang baru masuk ke Indonesia. Soemitro dan Gatot bermain jailangkung, dan pertanyaan pertama yang dilontarkannya ialah “besok saya akan jadi apa?”. Tanpa diduga jailangkung tersebut menjawab dengan menunjuk huruf M, A, J, O, R.
“Namanya garis hidup, saya betul-betul jadi tentara,” ucap Soemitro dalam buku Soemitro: dari Pangdam Mulawarman sampai Pangkopkamtib karya Ramadhan K. H, dikutip Kamis (14/4/2022).
Selanjutnya, Soemitro bergabung menjadi anggota PETA (Pembela Tanah Air) yang dibentuk oleh Jepang. Selama mengikuti pendidikan perwira PETA di Bogor, Soemitro dikenal paling nakal. Ia sering keluar pagar asrama untuk mencari makan dan mencuri makanan di dapur atau di kamar instruktur.
Hingga suatu malam, Soemitro beserta dua orang rekannya, yaitu Sukaryadi dan Ponidi keluar asrama untuk mencari makan. Namun saat mereka kembali, hanya Soemitro dan Ponidi yang berhasil kembali ke asrama. Sedangkan Sukaryadi tertangkap oleh Yanagawa, seorang komandan pendidikan perwira PETA.
Sebagai hukuman, Sukaryadi harus melakukan saseng (bersila) selama satu minggu, di siang harinya ia harus melakukan bela diri menggunakan pedang kayu (kendo), dan bela diri menggunakan bayonet (juken jutsu). Sukaryadi tetap bungkam ketika ditanya siapa dua orang kawannya yang keluar bersamanya saat itu. Ia selalu mengatakan tidak tahu, bahkan mengatakan mungkin kedua orang tersebut berasal dari kesatuan lain.
Sosok Jenderal TNI (Purn) Soemitro Sastrodihardjo memiliki cerita unik dalam perjalanan karirnya. (Foto Boombastis)
Soemitro yang mengetahui hal tersebut pun merasa respek dan berutang budi kepada kawannya itu. Karena jika saat itu Sukaryadi menyebut nama Soemitro dan Ponidi, tentunya mereka bertiga akan dikeluarkan dan Soemitro pun tidak akan menjadi jenderal.
“Saya respek sama dia dan berutang budi. Umpama dia menyebut nama kita berdua (Ponidi dan saya), tentu kita bertiga akan dikeluarkan dan saya tidak akan jadi jenderal” ucap Soemitro.
Karir militer Soemitro ternyata cukup moncer bahkan melampaui petunjuk jailangkung yang menyebutnya hanya sampai berpangkat mayor. Soemitro berhasil menjadi jenderal dengan jabatan di berbagai posisi. Dari mulai Pangdam V Brawijaya, Pangdam VI/Mulawarman di Kalimantan, hingga Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib).
Editor : Arif Ardliyanto