get app
inews
Aa Text
Read Next : Brigjen Iwan Gantikan Eks Ajudan Jokowi sebagai Danjen Kopassus, Ini Kata Pengamat Militer

Jenderal Bintang Satu Ini Sukses Kibarkan Merah Putih di Puncak Gunung Tertinggi di Dunia

Selasa, 24 Mei 2022 | 18:00 WIB
header img
AD Iwan merupakan satu di antara tiga prajurit Kopassus yang berhasil menancapkan Bendera Merah Putih di puncak Everest.

SURABAYA, iNews.id – Menaklukkan puncak Gunung Everest adalah impian setiap pendaki di dunia. Selain bisa menyaksikan keindahan alam dan ketinggiannya, tentu banyak cerita menarik yang layak dikenang selama penaklukan Gunung yang berada di perbatasan antara Nepal dan Tibet tersebut.

Cerita menarik itu, salah satunya datang dari Brigjen TNI Iwan Setiawan yang baru saja diberikan kepercayaan oleh TNI dan KSAD Jenderal Andika Perkasa untuk memimpin Korem 173/Praja Vira Braja (Biak). 

Iwan merupakan lulusan Akademi Militer 1992. Awal kariernya dibangun di Korps Baret Merah. Prajurit kelahiran Bandung ini antara lain pernah menjabat sebagai Danyon 22 Grup 2 Kopassus pada 2018. Di korps ini pula sebuah catatan gemilang pernah diukirnya. 

Masih ingat Ekpedisi Everest 1997?

Ekspedisi pendakian ke puncak gunung tertinggi di dunia yang digagas Danjen Kopassus saat itu, Mayjen TNI Prabowo Subianto, bukan hanya mengharumkan nama Kopassus dan TNI, namun juga Indonesia di mata dunia. 

AD Iwan merupakan satu di antara tiga prajurit Kopassus yang berhasil menancapkan Bendera Merah Putih di puncak Everest. 

Iwan yang saat itu berpangkat letnan satu menjejakkan kaki di atap dunia bersama Sertu Misirin dan Pratu Asmujiono. 

Iwan mengenang perjalanan misi mahaberat tersebut. Namun demi bangsa dan negara, pantang baginya surut sebelum tugas terselesaikan. 

“Mendaki Gunung Everest adalah impian setiap pendaki di dunia. Dan saat itu saya belum tahu, apa itu Mount Everest. Bayangkan, naik gunung saja belum pernah, terutama gunung es,” kata Iwan dalam wawancara dengan tim Dispenad di akun resmi Youtube TNI AD, Jumat (26/6/2020). 

Dia menceritakan, ketika itu dirinya baru lulus pendidikan komando, masih muda. Tak lama diumumkan adanya seleksi Tim Ekspedisi Everest 97. Ekspedisi ini untuk menyambut HUT ke-45 Kopassus. 

Bagi prajurit Kopassus, kata Iwan, tugas merupakan segala-galanya. Tugas merupakan kehormatan. Begitu pula Ekspedisi Everest tersebut. Dia mengikuti seleksi. 

“Dan alhamdulillah, saya menjadi salah satu perwira akmil (akademi militer) yang lolos dan lulus untuk ikut ekspedisi pendakian ini,” ucapnya. 

Iwan menyadari, bergabung dengan Tim Ekspedisi Everest sama dengan bertaruh nyawa. Dia menggambarkan, dari 100 pendaki yang ingin menggapai gunung setinggi 8.884 meter dari permukaan laut itu, kemungkinan hanya 10 orang yang sampai. 

Dari 10 tersebut, kemungkinan tiga orang yang selamat. Ada kisah menarik sebelum dia berangkat mengikuti ekspedisi tersebut. Kepada Danjen Kopassus, dia izin menyunting pujaan hatinya. Oleh Prabowo, dia diberikan izin. 

Istri Iwan, Betty Siti Supartini, turut mengenang bagaimana awal suaminya mengikuti persiapan panjang sebelum menuju Everest. Keikutsertaan suami tak dimungkiri membawa kecemasan tersendiri. 

“Setelah menikah, sebulan-dua bulan berikutnya, saya ikut ke Cijantung (markas Kopassus di Jakarta). Saya sudah hamil. Saya waktu itu sempat (merasa), aduh ini (bagaimana), kalau suami saya tidak kembali, anak ini tidak ada bapaknya,” tutur Betty, mendamping Iwan. 

Wajar dirinya merasa cemas. Jelang keberangkatan tim Kopassus, dirinya sempat menonton tayangan ekspedisi suatu negara ke Everest. 

Dalam tayang itu disebutkan ada anggota ekspedisi yang meninggal dunia. Gambaran itu yang membuat dirinya semakin khawatir. Putaran waktu terus berjalan. 

Tim Ekspedisi Kopassus akhirnya menginjak Nepal untuk memulai pendakian. Iwan terkenang bagaimana beratnya masa-masa awal berhadapan langsung dengan gunung es. Dia sempat jatuh sakit. 

“Saya baru berjalan 100 meter muntah-muntah, kaget, karena memang tidak siap dengan cuaca dingin. Rupanya istri ikut merasakan (kalau saya sakit),” ucapnya. 

Namun tentu saja Iwan pantang mundur. Sebagai satu-satunya perwira Akmil yang memimpin tim sekaligus tumpun harapan Kopassus dan bangsa Indonesia untuk mengibarkan Bendera Merah Putih di puncak Everest, dia terus menguatkan semangat. 

Mantan Danrindam Jaya ini meyakini, doa istri yang rajin puasa senin-kamis, juga doa seluruh bangsa, dirinya sembuh. 
Iwan pun melanjutkan perjalanan mengarungi medan berat dengan suhu minus 50 derajat Celcius. Untuk diketahui, dalam ekspedisi ini Tim Kopassus terbagi dalam dua kelompok pendakian, yakni jalur utara dan selatan. Iwan memimpin tim di jalur selatan. 

“Bayangkan suhu minus 50 derajat Celcius. Sepanjang jalan banyak orang-orang meninggal,” ucapnya. 

Mendaki Everest ibarat pertaruhan hidup dan mati. Di ketinggian 8.500 meter dari permukaan laut, Iwan terjatuh kehabisan oksigen. Momen itu menjadi saat-saat kritis. 

“Bayangkan, bagaimana bisa enggak orang hidup di ketinggian 8.500 (mdpl) dengan suhu minus 50. Saya kehabisan oksigen, tanpa matras, tanpa sleeping bag, antara hidup dan tidak,” tuturnya. 

Sekali lagi, kekuatan doa yang akhirnya menjadi penyelamat. Iwan mengaku berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberikan keselamatan, dapat menyelesaikan tugas dan kembali ke Tanah Air untuk bertemu keluarga. 

Pada saat-saat terberat itu, dia pun terbayang istrinya yang sedang hamil. Bayangan sang istri, juga tugas sebagai prajurit TNI mengobarkan terus semangatnya untuk berdiri dan melangkahkan kaki, melewati batu terjal berselimut es di bawah terpaan angin dingin yang membekukan. 

Perjuangan berbulan-bulan sejak masa persiapan di Indonesia hingga di Kathmandu, Nepal akhirnya terbayar lunas. 

Iwan bersama Musirin dan Asmujiono menorehkan sejarah orang Indonesia pertama mengibarkan Merah Putih di puncak tertinggi dunia. 

Ekspedisi ini disebut pula sebagai orang Asia Tenggara pertama yang berhasil menapakkan kaki di puncak Himalaya itu. 

“Itu sangat-sangat mengharukan, dan saya sangat-sangat, betul-betul…,” tutur Iwan tercekat. Sesaat dia menerawang. 

“Saya betul-betul bersyukur. Bisa selamat di sana dan bisa kembali,” ujar mantan Danpusdijkpassus Kopassus ini. 

“Begitu kembali saya dijemput 20 jenderal waktu itu. Kita dipanggil presiden, mendapatkan penghargaan, diberi bintang. Saya disuruh sujud ke Tanah Suci. Saya bersyukur di situ bisa berhasil mengharumkan nama Indonesia dan bisa selamat kembali ke Indonesia dan bertemu istri,” ujarnya. 

Pengalaman mencium puncak Everest itu tak akan pernah dilupakan Iwan. Rekam jejak itu akan selalu melekat dalam ingatannya, juga mengalir dalam darah dagingnya. 

Atas kesuksesan dalam ekspedisi bersejarah ini, dia menamai putranya dengan nama gunung yang menjadi magnet bagi pendaki di seluruh dunia itu. 

“Anak saya langsung diberi nama Arya Everest Setiawan,” ucapnya

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut