SIAK, iNewsSurabaya.id - Tim Ekspedidi Sungai Nusantara (ESN) berkolaborasi dengan komunitas Pondok Belantara dan Telapak Riau melakukan ekspedisi Sungai Rawa, Kabupaten Siak, Riau. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendeteksi kesehatan sungai dan keanekaragaman ikan di Sungai Rawa.
Tim menggunakan perahu boat dari Desa Mekar Jaya menuju Danau Zamrud melakukan uji kualitas air dan inventarisasi keanekaragaman jenis ikan di sungai Rawa, pada Sabtu (09/7/2022).
Peneliti ESN Prigi Arisandi mengatakan hasil uji kualitas air disalah satu kanal dari perkebunan akasia di Sungai Rawa menemukan tingginya kadar phospat yang mencapai 3,7 mg/L.
Padahal, kata dia, standar untuk sungai kelas tiga kadar phospat tidak boleh lebih dari 1 mg/L. "Kadar phospat yang tinggi menjadi salah satu faktor penyebab turunnya produktifitas dan reproduksi ikan," ungkapnya.
Ia menyebut, bahwa pembukaan lahan gambut secara intesif juga meningkatkan kandungan kadar logam berat dalam air.
Pencemaran percepat kepunahan ikan
Dalam penggarapan lahan gambut menjadi kebun akasia dibutuhkan proses peningkatan kadar pH yang menggunakan bahan kimia berbahan dasar Cu atau logam berat tembaga.
"Kadar Cu di Sungai Rawa rata-rata 0,05 mg/L, padahal standarnya tidak boleh lebih dari 0.02 mg/L, tingginya kadar Cu berasal dari bahan kimia dari proses pengolahan lahan gambut menjadi lahan akasia," ungkap Prigi.
Alumni Biologi Universitas Airlangga Surabaya ini menyebutkan, bahwa pencemaran logam berat dan phospat di air sungai secara langsung dapat mengganggu sistem pernafasan ikan secara jangka panjang akan mengganggu proses pembentukan telur ikan.
"Selain pencemaran phospat dan logam berat kanal-kanal dari lahan akasia menurunkan kadar oksigen dalam air, utk pertumbuhan optimum ikan butuh minimal 2,7mg/L padahal saat ini kadar oksigen di sungai rawa rata-rata kurang dari 2 mg/L," teragnya.
Sementara itu Direktur Pondok Belantara Eko Handiko Purnomo menjelaskan, saat ini ikan-ikan khas sungai Rawa sudah semakin sulit ditemukan.
Ikan-ikan yang semakin sulit ditemukan antara lain ikan tapah, ikan belida, ikan Lais, ikan Baung dan udang air tawar.
"Padahal dahulu sebelum adanya kanal-kanal besar dari perkebunan akasia masih banyak dijumpai ikan dan bahkan banyak nelayan yang setiap hari menangkap ikan dan menjadi profesi masyarakat di desa Mekar Jaya," papar Eko.
Eko juga menjelaskan dampak buruknya kualitas air di sungai Rawa nelayan harus mencari ikan jauh ke hulu di danau Zamrud.
Dari informasi nelayan menyebutkan bahwa pada tahun 1990an hingga tahun 2000 masih dijumpai ikan dengan berat lebih dari 70 kg.
"Udang yang menjadi tangkapan utama harian saat ini sudah menyusut," ucapnya.
Salah satu Nelayan Desa Mekarjaya, Setiono, mengaku saat ini butuh upaya keras untuk menangkap ikan. "Saat kualitas air masih bagus satu nelayan bisa menangkap 20 kg udang setiap hari. Namun saat ini dibutuhkan energi dan waktu ekstra untuk mendapatkan 5 kg udang dalam sehari," pungkasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait