Kultur Masyarakat
Menurut Listiyono, kultur masyarakat kita selama ini menganggap bahwa orang yang berpikir kritis membahayakan bagi pengetahuan mapan (status quo), yang selama ini sudah dianggap benar.
Hal itu juga didasarkan pada kecenderungan pengetahuan masyarakat yang sudah dimiliki dan dianggap sebagai kebenaran yang tidak boleh dibongkar dan dipertanyakan ulang.
“Itu menutup kemungkinan anak-anak menemukan sesuatu yang baru. Seharusnya model pembelajaran kita memberikan ruang yang sebesar-besarnya untuk melahirkan sebuah pikiran kreatif dan kritis. Toh kalau (Rafi) mengkritik sekolah, misalnya, lembaga pendidikan, guru harus siap menerima pertanyaan seperti itu,” ujarnya.
Dalam hal tersebut, Rafi membedakan antara pendidikan dan dan sekolah. Sekolah merupakan bagian kecil dari proses pendidikan. Dan, pendidikan dapat berlangsung di mana saja, baik pesantren, sanggar, maupun keluarga.
“Dan, masyarakat tidak bisa menerima itu. Mereka menganggap bahwa sesuatu yang baru ini membahayakan. Ini cara berpikir status quo yang tidak boleh diusik,” tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait
