SURABAYA , iNews.id - Plt. Dirjen Dikti Kemendikbudristek, Prof Nizam, mengajak masyarakat kampus meningkatkan pengabdiannya dengan turun ke desa. Mengingat dari 80 ribuan desa, saat ini masih terdapat sekitar 27 ribuan desa dengan status tertinggal.
“Kalau desa tertinggal itu ada kantong-kantongan kemiskinan, kantong-kantong masalah Kesehatan, pendidikan dan masalah ekonomi, bisa dikeroyok dan selesaikan secara bersama-sama, bisa diselesaikan secara bersama-sama, maka desa kita akan lebih cepat maju dan sejahtera” katanya, dalam seminar nasional bertema “Perguruan Tinggi Mengabdi Menuju Desa Mandiri”, bersama Unusa Surabaya, Selasa (16/11).
Pengabdian ke desa, lanjutnya, selaras dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Diamana ruang belajar tidak lagi dibatasi oleh ruang kelas, laboratorium, dan perpusatakaan. Akan tetapi semesta atau samudera kehidupan juga menjadi tempat menimba ilmu, mengasah diri dan mengembangkan kompetensi.
“Sumber ilmu ada di mana-mana. Maka melalui MBKM filosofi dasar pendidikan kita kembalikan kepada khitahnya, menimba ilmu dari mana pun dan mengamalkan ilmu dimana pun,” tuturnya.
Sementara Kepala BPSDM Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Prof Luthfiyah Nurlaela, menjelaskan, desa mandiri adalah desa yang mempunyai ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar yang mencukupi.
Termasuk infrastruktur yang memadai, aksesibilitas/transportasi yang tidak sulit, pelayanan umum yang bagus, serta penyelenggaraan pemerintahan yang sudah sangat baik.
Kata dia, dana desa yang selama ini dikucurkan diharapkan bisa mendorong terciptanya desa mandiri. Pada dasarnya penggunaan dana desa sendiri diarahkan untuk pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa.
"Itu adalah program prioriotas nasional sesuai kewenangan desa, dan mitigasi bencana alam dan non alam sesuai kewenangan desa,” jelasnya.
Disisi lain, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya ini menuturkan, terkait program MBKM dengan desa, maka pendekatan program yang diambil sebaiknya dilaksanakan secara holsitik.
“Mengirim mahasiswa adalah salah satu contoh program. Aktivitasnya berupa merekrut dan membuka peluang mahasiswa yang ingin mengambil hak belajar 3 semester di luar program studi dalam bidang proyek di desa," terangnya.
Dalam program ini, mahasiswa bisa bertugas mengajar, berkolaborasi terkait isu-isu di desa dan tinggal bersama masyarakat di desa selama satu tahun (2 semester). Sekaligus menjadi inspirasi dan motivasi untuk pemuda desa serta motor perubahan bagi pemangku kepentingan lain.
Luthfiyah menambahkan, hal lain yang bisa dilakukan adalah bekerja intensif dan jangka panjang. Bentuknya menempatkan mahasiswa secara bergantian dan kontinu 3-5 tahun di sebuah desa binaan. Hal itu untuk memastikan perubahan yang berkelanjutan tanpa menciptakan ketergantungan kepada sebuah sosok atau program.
Menurutnya ada tiga tahapan yang harus dilalui untuk membangun desa secara berkelanjutan dan menjadi desa mandiri. Tahap pertama, dalam hal pelibatan, yakni mahasiswa fokus menemukan aktor lokal dan melibatkannya dalam inisiatif tingkat desa hingga kabupaten yang berpotensi menggerakkan masyarakat di daerahnya.
Tahap Kedua, adalah pengembangan. Mahasiswa fokus mengembangkan kapasitas para aktor lokal dengan menjejaringkan mereka dan membuka interaksi dengan entitas di luar kabupatennya, dan tahap ketiga, kolaborasi. Dimana mahasiswa fokus mendorong terjadinya kolaborasi aktor lokal baik di daerahnya maupun dengan entitas lain di luar daerahnya.
Rektor Unusa, Prof Achmad Jazidie dalam sambutanya mengatakan, kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan perguruan tinggi kini tidak hanya berhenti pada laporan, tapi dapat ditulis pada jurnal dan diseminarkan sepertyi saat ini.
“Melalui seminar seperti inilah pengalaman terjun ke masyarakat dalam bentuk pengabdian pada masyarakat bisa dipertanggungjawabkan dan didesiminasikan lebih luas lagi. Ini adalah bagian dari tanggungjawab keilmuan,” tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait