SURABAYA, iNews.id - Komisi II DPR RI melakukan kunjungan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur, Selasa (13/9/2022).
Agenda kunjungan kerja spesifik ini dalam rangka melakukan evaluasi tentang Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU) Hak Pengelolaan (HPL) dan Penanganan Kasus Pertanahan di Jatim.
Hadir dalam acara tersebut, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal, Anggota Komisi II DPR RI Rahmat Muhajirin, Dirjen Tata Ruang Gabriel Triwibawa, Kepala Kanwil BPN Jatim Jonahar bersama seluruh Kepala Kantah BPN kabupaten/kota se-Jatim.
Kemudian juga ada beberapa perwakilan warga antara lain Ketua Aliansi Korban Surat Ijo Saleh Al Hasni.
Pada kesempatan tersebut, Komisi II memberikan 18 pertanyaan terkait tema kunjungan. Antara lain pemetaan klasifikasi jumlah HGU, HGB dan HPL di Jatim serta sejumlah perkara pertanahan.
Dalam paparannya Kepala Kanwil BPN Jatim Jonahar, HGU di bawah penguasaan negara (BUMN/BUMD) sejumlah 552 bidang. Sementara HGU di bawah swasta sejumlah 189 bidang.
“Sedangkan total HGU yang telah berakhir jangka waktunya sejumlah 77 bidang dan HGU yang telah diperpanjang sejumlah 789 bidang,” ungkap Jonahar.
Selanjutnya, Komisi II juga mempertanyakan terkait luas lahan HGU, HGB, dan HPL yang telah diterbitkan izinnya dan kemudian ditetapkan sebagai lahan terlantar oleh BPN Jatim. Luas Hak Atas Tanah (HAT) yang tercatat dalam Basis Data Tanah Terindikasi Terlantar adalah kurang lebih 14.788,6533 hektare.
“Dari luas tersebut, yang terindikasi terlantar seluas kurang lebih 3.474,4724 hektare,” katanya.
Dalam kunjungan tersebut, Komisi II DPR RI juga ingin mendapatkan penjelasan secara rinci perkembangan penanganan konflik surat ijo di Surabaya dan permasalahan antar Warga Waringin Sumiarjo Joyoboyo (Warjoyo) dengan PT KAI. Serta antara Aliansi Penghuni Rumah Tanah Negara dengan PT KAI.
Berdasarkan Surat Kepala Kantor Wilayah BPN Jatim Nomor 496/16-35/III/2020 tanggal 11 Maret 2020, hasil rapat penyelesaian surat ijo dengan Menteri ATR/BPN tanggal 8 Juli 2019 di Jakarta telah dihadiri oleh Kemendagri, Pemkot Surabaya, BPN Jatim, dan Kantah Surabaya I dan II.
Hasil pertemuan tersebut memaparkan bahwa hingga saat ini Ijin Pemakaian Tanah (IPT) atau dikenal sebagai surat ijo masih menjadi permasalahan pertanahan di Kota Surabaya.
Menurut Jonahar, masyarakat pemegang IPT merasa keberatan terhadap pungutan oleh Pemkot Surabaya terhadap tanah yang dikuasai yaitu retribusi atau sewa dan Pajak PBB setiap tahun. Masyarakat pemegang surat ijo juga menganggap bahwa Tanah Aset Pemkot Surabaya bukan milik pemerintah setempat.
“Karena masyarakat telah menguasai lahan tersebut selama berpuluh-puluh tahun,” kata Jonahar.
Oleh karena itu, warga meminta agar pemerintah melepas aset dan selanjutnya surat ijo tersebut dapat dimohonkan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atau hak lain-lain.
Pemkot Surabaya telah memenuhi sebagian tuntutan warga dengan keluarnya Perda Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pelepasan Tanah Aset Pemkot Surabaya. Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 51 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelepasan Tanah Aset Pemkot Surabaya.
Objek pelepasan dengan kriteria IPT rumah tinggal, pemegang IPT selama 20 tahun berturut-turut, IPT masih berlaku, luas IPT maksimal 250 meter persegi, hanya satu persil bagi setiap pemilik IPT dengan nama sama, tidak dalam sengketa dan tidak termasuk dalam perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Menurut data Kantah Surabaya I dan II, tercatat 85 HPL tersebar di 18 kecamatan dan 36 kelurahan.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal mengaku pihaknya merasa cukup puas atas semua jawaban pertanyaan. Namun, menurutnya masih ada beberapa data yang harus dilengkapi, terutama data HGB dan HPL.
“Permasalahan tata ruang merupakan hal penting dan pertanahan meliputi hajat hidup orang banyak,” jelasnya.
Ia juga memuji kinerja BPN Jatim dalam memasifkan Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL). Posisi PTSL di Jatim menduduki rangking satu nasional baik 2020 maupun 2021. Dan pada 2021 total sertifikat 1.392.000 atau menyumbang 25 persen untuk Indonesia.
“Jatim sudah melakukan hal yang sangat baik dalam program strategis nasional ini terutama PTSL,” katanya.
Syamsurizal mengatakan, aduan masyarakat terkait permasalahan tanah itu akan diteruskan ke pemerintah pusat.
“Ternyata langkah-langkah yang dilakukan oleh mereka (Kantah Surabaya I dan II) belum final. Oleh karena itu semua persoalan ini akan kami coba himpun dan mengangkat permasalahan ini ke tingkat yang lebih tinggi kemudian ada solusinya,” kata Syamsurizal.
Sementara itu anggota Komisi II DPR RI Rahmat Muhajirin mengatakan upaya pendampingan yang ia lakukan kepada masyarakat terkait permasalahan surat ijo selama ini mulai menampakan hasil.
“Pada saat rapat, Kantah Surabaya I dan II juga telah memberikan laporan bahwa dalam waktu dekat ada solusi penyelesaian. Tadi juga sudah dirumuskan Kepala Kanwil, tidak kurang dari KPK, kemudian Kejaksaan Agung RI, Polri, BPK ini nanti akan cari formulanya bagaimana cara menyelesaikan di Surabaya yang menurut catatan BPN ada 33 ribu peta bidang. Tapi kalau menurut masyarakat surat ijo ada 48 ribu peta bidang. Lha ini mau 33 atau 48 ribu kita harapkan selesai semua,” terangnya.
Karena melibatkan banyak lembaga dan kementerian, politisi partai Gerindra ini mengaku tidak bisa mengungkapkan target penyelesaian.
“Yang penting sudah ada progres pengembangan penyelesaian surat ijo,” jelasnya.
Ketua Korban Surat Ijo Surabaya Saleh Al Hasni mengungkapkan adanya dualisme aturan di Kota Surabaya terkait Perda dan SK HPL tersebut.
Warga telah berupaya melakukan legal standing atas Tanah Surat Ijo atau yang dikenal dengan Perdana IPT yang dimulai dengan terbitnya Perda-Perda Surat Ijo mulai tahun 1977 sampai diterbitkannya SK HPL pada tahun 1997.
“Kami berharap Anggota Komisi II DPR RI dapat membantu warga Kota Surabaya yang telah terbelenggu atas diterbitkannya Sertifikat HPL atas nama Pemkot Surabaya. Harapan kami kepada Bapak Presiden RI dan Bapak Menteri ATR/BPN RI untuk meninjau kembali pemberian SK HPL yang diberikan kepada Pemkot Surabaya yang sudah 25 tahun lamanya. Agar warga surat ijo Surabaya dapat diberikan Hak Atas Tanah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM),” ungkapnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait