Soal keterangan para saksi, tambahnya, jaksa dalam repliknya disebut telah mengesampingkan sejumlah alat bukti dan keterangan saksi.
Padahal, banyak dari para saksi itu menerangkang fakta apa adanya.
"Replik jaksa belum menjawab pertanyaan soal dua peristiwa itu. Apalagi kasusnya dibangun sebagai kasus pemerkosaan. Seluruh alat bukt dan keterngan saksi dikesampingkan padahal saksi fakta," tandasnya.
Menurutnya, saksi testimonium de auditu justru yang diambil oleh jaksa. Padahal, saksi yang jenis itu, dianggapnya sebagai saksi yang telah koordinasikan seperti mereka membaca sebuah naskah untuk membangun keyakinan hakim.
Sehingga, saksi itu dianggap sebagai saksi yang telah didoktrin dan tidak berkesesuaian ceritanya supaya menjadi sama.
"Testimunium de auditu, saksi yang dikoordinasikan seperti mereka membaca sebuah naskah untuk membangun keyakinan hakim, bukan kesaksian yang berkesesuaian tapi saksi yang didoktrin agar sama. Jadi ini penjelasan doktrin dipakaikan baju LPSK, diajari diluar sidang, saksi begini kan dimintakan untuk menyesatkan hakim. Kasihan hakim kalau terbangun dari kesaksian itu, nanti jadi sesat," ungkapnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tengku Firdaus mengakui adanya kelemahan dalam saksi jenis testimonium de auditu.
Namun, ia mengklaim meski saksinya berjenis itu akan tetapi keterangan yang diberikan dianggap memiliki kesesuaian.
"Saksi testimonium de auditu itu memang lemah, tapi kalau sesuai dengan keterangan saksi lain itu dianggap keterangan saksi berkesesuaian. Karena tiap perbuatan asusila itu yang tahu perbuatan terdakwa ya cuma saksi korban. Ga ada saksi yang melihat. Kalo ada saksi ya ga mungki terjadi. Artinya bisa memperkuat dakwaan kalau sesuai selama sama dengan rangkaian peristiwa jadinya utuh," ucapnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait