Isi manifesto politik keempat adalah Polarisasi Masyarakat. Hendrawan Saragih menegaskan, bahwa sudah saatnya menghapus polarisasi dalam kehidupan politik dan berbangsa. Menghentikan ujaran atau penyebutan kata-kata yang tidak pantas terhadap orang atau kelompok yang berbeda pandangan.
"Sudah layak dan sepantasnya kita tidak lagi saling menyebut “Kadrun” maupun “Cebong.” Kita semua adalah anak-anak kandung Ibu Pertiwi. Mari kita hentikan semua ujaran yang bisa menimbulkan kebencian, luka, dan perendahan terhadap martabat anak bangsa. Jangan biarkan akal sehat masyarakat direduksi menjadi slogan dan stereotype yang bisa sangat menyesatkan," katanya.
Pendekar Indonesia juga mengusulkan agar kampanye politik ke depan memiliki informasi dan pencerahan sebagai tujuan, bukan menghasilkan disinformasi dan kebingungan yang bertujuan mendapatkan suara.
Program kampanye politik yang solid itu tidak sekadar menciptakan antusiasme, tetapi juga tidak merendahkan dan mempermalukan lawan politik serta pendukungnya.
"Hentikan "politik identitas” yang melahirkan praktik politik tidak sehat. Mari berpolitik dengan keindahan dan martabat. Pendekar Indonesia menyimpulkan bahwa bangsa kita membutuhkan keindahan yang membantu memperjelas nuansa masyarakat Indonesia dan menggantikan abstraksi yang sudah ditempa secara politis yang selama ini membuat orang ada di dalam kegelapan," urai Saragih.
Manifesto politik kelima, Menuju Keindahan Berbangsa. Pendekar Indonesia telah melihat dan merasakan di mana-mana semangat kemauan yang luar biasa untuk berkomitmen, keinginan yang tak kenal lelah untuk membangun bangsa.
Inilah sebabnya mengapa momen pemilihan Presiden pada 2024 nanti akan menentukan arah berbangsa untuk seterusnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait