Sudarmadi menjelaskan, program ini melibatkan 8 perusahaan dan diharapkan berkontribusi untuk membantu pemerintah dalam menemukan dan mengeliminasi TBC di Indonesia.
“Free TB at Workplaces” yang diusung oleh Otsuka Group yaitu memberikan edukasi terkait dengan TBC bagi karyawan yang terinfeksi tetapi juga bagi keluarga karyawan yang terinfeksi.
Pasien TBC dan keluarga akan dipandu untuk mengikuti standar pengobatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan serta pemberian makanan tambahan (PMT).
Selain itu, pasien dapat berkonsultasi secara telemedicine dengan dokter dan nutritionist yang telah disediakan oleh Otsuka serta menggunakan aplikasi Sembuh TBC.
“Tidak terdeteksinya pasien TBC di lingkungan kerja dikarenakan masih adanya stigma negative yang beredar di masyarakat yang membuat pasien TBC tidak jujur dan tidak tuntasnya pengobatannya, sehingga membutuhkan dukungan dari keluarganya," ungkap Sudarmadi.
Selain itu, lamanya proses penyembuhan TBC yang memakan waktu selama 6 bulan juga menyebabkan para penderita TBC enggan untuk berkomitmen dan menuntaskan pengobatannya. Aplikasi sembuh TBC merupakan aplikasi yang mudah digunakan bagi penderita untuk membantu agar pasien bisa sembuh dari TB secara tuntas.
"Kesehatan merupakan hal yang sangat penting, untuk itu Otsuka berkomitmen agar selalu berusaha meberikan yang terbaik. Mari kita bersama – sama menwujudkan Indonesia bebas dari TBC melalui program “Free TB at Workplaces“, kata Sudarmadi Widodo.
Sementara itu, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan jika di Indonesia setiap tahunnya hampir satu juta orang diperkirakan terinfeksi TBC. Namun, sulit dideteksi karena tidak adanya data pasti By Name and By Addres.
"Saya bandingkan sama dengan Covid 6,5 juta kita bisa deteksi dalam 18 bulan, by name by addres. TBC tak bisa dideteksi. Covid yang meninggal 50 ribu, TBC yang meninggal hampir seratus ribu pertahun," paparnya.
Untuk itu Budi Gunadi mengambil kesimpulan jika TBC lebih parah dari Covid. "TBC by name by addres mimpi, 30 tahun sulit. Padahal penyakit menular harus ada by name by addres agar tak ada penularan," ucapnya.
Sebab itu di tahun 2023 mendatang pihaknya menargetkan bisa melakukan deteksi kepada 700 ribu orang penderita TBC.
"Target diturunkan di tahun 2030 jumlah insidensinya 65 perseratus ribu. Tahun 2023 harus teridentifikasi 700 ribu, jadi perbulan harus teridentifikasi 60 ribu perbulan," kata dia.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait