Perempuan yang akrab disapa Yayuk itu mulai membulatkan tekad memiliki kendaraan sendiri agar bisa melakukan banyak aktivitas di luar rumah. Meski sebagai difabel, dia juga menjadi tulang punggung bagi kedua orangtuanya.
“Dengan adanya motor ini saya bisa mendapatkan pekerjaan, bisa beraktivitas. Karena sekarang ini saya menjadi tulang punggung untuk kedua orangtua saya yang kondisinya sudah tidak mampu melakukan aktivitas apa pun,” terangnya.
Yayuk bercerita, harus menguras uang tabungan untuk membeli sepeda motor seken. Terkumpul uang sekira Rp2,5 juta yang diserahkan kepada rekannya Suwanto, pengelola bengkel Compac Motorcycle di RT 9/2 Kelurahan Jangli, Tembalang, Kota Semarang.
“Awal mula saya punya tabungan sedikit lalu minta Mas Suwanto untuk merealisasikan. Dengan budget yang minim yang penting bisa dapat motor. Dan akhirnya jadilah motor yang semula roda dua dimodifikasi menjadi roda tiga seperti sekarang ini,” lugasnya.
Setelah sepeda motor impiannya selesai dirakit, ternyata masih ada pekerjaan lain yang mesti dikuasai. Sebagai perempuan yang sebelumnya sama sekali tak mengerti sepeda motor dan mesin, ia harus berlatih agar bisa mengendalikan laju kendaraan.
“Saya butuh waktu 3 bulan untuk mencoba berlatih naik motor. Setiap saya pulang kerja, diantar adik ke tempat Mas Suwanto untuk belajar mengendarai motor, muter-muter sekitaran situ. Bahkan sampai 3 bulan lebih,” beber dia.
“Awalnya badan semua sakit, karena satu saya terus terang tidak pernah mengerti bagaimana mengoperasikan sepeda motor. Apalagi mengendarai betul-betul buta sama sekali tentang mesin, tiba-tiba harus mengondisikan saya mampu dan harus bisa (mengendarai motor),” sambungnya.
Kesulitan terbesar ketika mengendarai motor adalah menjaga keseimbangan. Terlebih roda penggerak bagian belakang hanya terletak di sisi kanan, sehingga ketika melaju tangan kiri harus kuat menahan.
“Motor saya menggunakan roda kanan sebagai penggeraknya, sehingga stang itu kalau kita tidak tahan dengan tangan yang sebelah kiri itu pasti akan berbelok ke sebelah kiri. Itu yang mengakibatkan badan sakit-sakit karena masih belum terbiasa,” jelasnya.
“Terus pertama kali juga jatuh begitu parahnya, motornya juga rusak. Dari situ saya belajar untuk menyikapi situasi-situasi seperti itu. Belajar bagaimana saya jatuh dengan dengan cara yang aman, belajar meminimalkan kecelakaan agar tidak terlalu parah,” ujarnya seraya terkekeh.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait