JAKARTA, iNewsSurabaya.id – Polri serius untuk mengusut dugaan permainan tanah di Surabaya. Saat ini, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sedang melakukan pengusutan sindikat mafia tanah.
Proses pengusutan dimulai Maret 2022 dengan nomor laporan LP No LB/B/0146/III/2022/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 25 Maret 2022. Pelapor berharap, proses pengusutan ini bisa berjalan dengan baik, polisi diharapkan bisa bekerja profesional untuk penegakan hukum.
Mantan Direktur Tindak Pidana Umum (Tipidum) Polri, Brigjen (Pol) Andi Rian yang kini menjabat Kapolda Kalimantan Selatan membenarkan pengusutan yang dilakukan Polri. Namun ia meminta supaya memantau perkembangan ke Kasubdit. “Silakan hubungi Kasubdit yang menangani,” katanya.
Dalam gelar perkara akhir September 2022 yang dipimpin Brigjen (Pol) Yoyon Tony Surya Putra, ditemukan adanya tindak pidana pembuatan dan penggunaan dokumen yang diduga palsu. “Saya sudah pindah tugas,” ujar Andi Rian.
Kasus ini muncul karena ada LP No LB/B/0146/III/2022/SPKT/Bareskrim Polri. Dalam laporan ini, Mulya Hadi dkk menjadi pihak terlapor. Ia diduga sejak tahun 2016 menggunakan keterangan dan dokumen palsu guna mengakali jalannya persidangan gugatan tanah. “Ditemukan adanya peristiwa dugaan tindak pidana,” ungkap Wahyu Widiatmoko SH yang mengadukan kasus ini.
Dr Ir Albert Kuhon MS SH yang mewakili korban mengatakan, pihaknya memuji kerja keras Bareskrim Polri dalam mengusut kasus mafia tanah. “Jika diniati secara serius dan diusut secara tekun, pasti gerombolan mafia tanah bisa dibongkar sampai ke akar-akarnya,” ujarnya.
Kuhon menjelaskan, kasus sindikat mafia tanah yang ditangani Bareskrim Polri itu antara lain menyangkut lahan milik kliennya yang terletak di Jalan Puncak Permai di Surabaya. Urutan ceritanya berbelit-belit dan melibatkan banyak pihak.
“Pengaduannya mengenai penggunaan keterangan palsu dan dokumen yang dipalsukan. Yang mengakibatkan pihak yang diduga mafia tanah memenangkan sejumlah perkara di persidangan,” ujar Kuhon.
Ia menuturkan, sebetulnya kasus itu sudah lama diadukan, tetapi tersendat karena pengaruh sindikat mafia tanah tersebut. Kejadiannya berlangsung sejak tahun 2016 dan antara lain melibatkan pengacara, pemodal, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, oknum Kantor Pertanahan, hakim dan panitera. Ulah sindikat itu mengakibatkan sejumlah warga di Jalan Puncak Permai Surabaya mengalami kerugian.
Advokat yang mantan wartawan senior ini tidak mau merinci lebih jauh siapa saja yang terlibat dalam sindikat itu. “Saya bukan pihak yang berkompeten menjelaskannya. Silakan ditanyakan kepada pihak Bareskrim,” katanya ketika ditanya wartawan.
Sementara dalam kasus ini, ada beberapa bidang tanah yang diduga dijual oleh PT Darmo Permai (developer perumahan pertama di Indonesia) kepada konsumennya. Sekitar awal Agustus 1981 pengembang itu membebaskan 90,3 hektar lahan di Surabaya Barat dan mengurus sertifikatnya atas nama PT Darmo Permai dengan objek berupa lahan seluas 903.640 meter persegi.
Hamparan lahan yang dibebaskan PT Darmo Permai tersebut, berada di beberapa kelurahan (sebagian termasuk di Kelurahan Lontar dan Kelurahan Pradahkalikendal), disatukan dalam sertfikat induk yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Surabaya I atas nama PT Darmo Permai. Seluruhnya dituangkan dalam sertifikat induk Sertifikat Hak Guna Bangunan no.79/Pradahkalikendal. “Karena kebetulan sebagian lahan terletak dalam wilayah Kelurahan Pradahkalikendal,” tutur advokat itu.
“Klien saya pertengahan tahun 1995 membeli lahan dari PT Darmo Permai,” tutur Kuhon lebih lanjut. Sebagai pembeli yang beritikat baik, klien tersebut mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan yang merupakan pecahan dari sertifikat induk SHGB No.79/Pradahkalikendal yang semula atas nama PT Darmo Permai.”Wajarlah jika pada sertifikat pecahan itu masih dicantumkan lokasi ‘Pradahkalikendal’ sebagaimana dikutip dari sertifikat induknya yakni SHGB No.79/Pradahkalikendal,” ujar Kuhon.
Pecahan SHGB tersebut diperpanjang pada tahun 2002 dan berganti buku menjadi SHGB yang berlaku sampai tahun 2022, namun tetap menyebutkan seolah-olah lokasinya di ‘Pradahkalikendal’ sebagaimana yang disebutkan pada induk sertifikat. Pada perpanjangan kedua di awal tahun 2022, nama ‘Pradahkalikendal’ pada pecahan SHGB itu diubah oleh pihak BPN Surbaya I menjadi ‘Lontar’ (kata Pradahkalikendal dicoret dan diganti dengan Lontar). “Karena disesuaikan dengan lokasi sebetulnya, yakni di Kelurahan Lontar. Hal ini bisa dikonfirmasikan kepada pihak Kantor Pertanahan Surabaya I,” kata Kuhon.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait