Lampu Kuning untuk Mafia Tanah Surabaya

Ali
Bareskrim Polri dikabarkan tengah mengusut dugaan praktik mafia tanah yang terjadi di Kota Surabaya. Foto/Ilustasi Sindonews

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kasus mafia tanah seolah tidak ada habisnya. Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, selain sengketa, mafia tanah juga merupakan persoalan pertanahan yang harus segera diselesaikan.

"Inilah problem besar pertanahan kita, belum yang namanya mafia tanah masuk, lebih ruwet lagi," kata Jokowi dalam sambutannya yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, seperti dikutip dari Sindonews.com.

Perintah orang nomor 1 di Indonesia ini rupanya direspon oleh penegak hukum. Hal itu menjadi peringatan keras bagi mafia tanah yang selama ini selalu lolos. 

Ketegasan pemerintah tersebut juga menjadi lampu kuning bagi mafia tanah di kota Surabaya. Karena Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri kini tengah mengusut dugaan praktik mafia tanah yang terjadi di Kota Surabaya.

Berdasarkan informasi, Bareskrim Polri saat ini menindaklanjuti kasus dengan nomor aduan LP No LB/B/0146/III/2022/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 25 Maret 2022. Kasus ini melibatkan terlapor MH dkk yang sejak tahun 2016 menggunakan keterangan dan dokumen palsu untuk digunakan dalam gugatan lahan. 

Langkah Bareskrim Polri itupun mendapat apresiasi dari pihak korban mafia tanah. Albert Kuhon, pengacara yang mewakili korban menyampaikan bahwa pihaknya memuji semangat dan kerjas keras Bareskrim Polri yang membongkar praktik mafia tanah di Surabaya.

“Jika diniati secara serius dan diusut secara tekun, pasti gerombolan mafia tanah bisa dibongkar sampai ke akar-akarnya,” katanya, Jumat (02/12/2022).

Kuhon mengungkapkan, kasus sindikat mafia tanah yang ditangani Bareskrim Polri itu antara lain menyangkut lahan milik kliennya yang terletak di Jalan Puncak Permai di Surabaya. 

Ia menyebut, rincian kasus ini panjang dan melibatkan banyak pihak. Kata dia, pengaduannya mengenai penggunaan keterangan palsu dan dokumen yang dipalsukan. Sehingga pihak yang diduga mafia tanah memenangkan sejumlah perkara di persidangan.

Kuhon menceritakan, bahwa kasus itu sebenarnya telah lama diadukan yakni berlangsung sejak tahun 2016. Namun tersendat, karena diduga pengaruh sindikat mafia tanah tersebut. Akibat ulah sindikat, sejumlah warga di Jalan Puncak Permai Surabaya mengalami kerugian banyak. 
 
“Sindikat mafia tanah ini sangat lihai dan pelaku utamanya tampil seolah-olah sebagai rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa. Padahal dia sangat piawai dalam beberapa perkara pertanahan di Jawa Timur,” ungkapnya.

Kasus ini, kata dia, diawali pada Agustus 1981. Saat itu pengembang dari DP membebaskan lahan seluas 90,3 hektare di kawasan Surabaya Barat dengan sertifikan atasnama DP. Lahan yang dibebaskan berada di beberapa kelurahan, di antaranya Kelurahan Lontar dan Pradahkalikendal.  

Hamparan lahan tersebut disatukan dalam sertifikat induk Hak Guna Bangunan Nomor 79/Pradahkalikendal yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Surabaya I atas nama PT DP. Dibubuhi kata Pradahkalikendal karena, kata Kuhon, sebagian lahan berada di kelurahan tersebut. 

Pada 1995, klien Kuhon membeli sebagian lahan dari DP lalu disertifikatkan dengan cara dipecah dari sertifikat induknya. Pecahan sertifikat induk tersebut kemudian diperpanjang pada tahun 2002 dengan pengubahan kata ‘Pradahkalikendal’ menjadi ‘Lontar’. 

“Karena disesuaikan dengan lokasi sebetulnya, yakni di Kelurahan Lontar,” ucapnya. Kemudian MH dkk menggugat kepemilikan lahan SHGB pecahan tersebut ke Pengadilan Negeri Surabaya. 

Kuhon menerangkan, penggugat memanfaatkan pencantuman ‘Pradahkalikendal’ sebagai senjata. Mereka mempermasalahkan lokasi klien Kuhon karena di SHGB pecahan tercantum kata ‘Lontar’, bukan ‘Pradahkalikendal’. 

“Padahal, penyebutan ‘Pradahkalikendal’ hanya diambil dari sertifikat induk, dan lokasi yang betul adalah di Kelurahan Lontar. Itu sebabnya Kantor Pertanahan kemudian memperbaiki lokasi yang disebutkan di pecahan SHGB,” paparnya. 

Celakanya, dalam sidang, majelis hakim hanya memeriksa dokumen dan tidak menelusuri keabsahan dokumen maupun keterangan yang diajukan oleh pihak yang diduga mafia tanah selaku penggugat. 

“Entah bagaimana proses peradilannya, yang jelas pihak yang diduga mafia tanah itu tahun 2021 memenangkan kasus perdatanya di Pengadilan Negeri Surabaya,” ujar Kuhon. 

Selain kliennya, Kuhon menyebut ada korban lain akibat ulah sindikat mafia tanah tersebut. Yaitu sebuah yayasan bernama CHHS yang mulanya memiliki lahan 3.150 meter persegi sejak 25-30 tahun lalu. 

Pihak yang Kuhon sebut melakukan praktik mafia itu menggugat CHHS di PN Surabaya pada 2021. Majelis hakim yang saat itu diketuai Itong Isnaeni Hidayat menang dan dinyatakan sebagai pemilik sah atas objek sengketa Petok D No. 14345 Persil 186 klas d.II.  

Berangkat dari itu, pengungkapan kejahatan terorganisasi seperti yang dilakukan oleh pihak mafia tanah memang bukan hal yang mudah dilakukan. 

“Karenanya kita harus acungi jempol kemampuan Bareskrim Polri membongkar kasus ini,” katanya.

Diketahui, Presiden Jokowi memberi perhatian khusus pada persoalan mafia tanah. Presiden bahkan telah membentuk tim khusus untuk menangani mafia tanah.

Tim itu dikomandoi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Tim itu berisi perwakilan sejumlah kementerian/lembaga, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kementerian ATR sendiri hingga kini masih terus menjalin koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian dalam menangani kasus mafia tanah di Indonesia.

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network