Salah satu unsur mendesak tersebut, lanjut Ruhana, adalah kehamilan di luar menikah. Namun, tidak semua kasus dispensasi kawin tersebut karena hal itu. Ada juga karena bentuk kekhawatiran orang tua karena anaknya sudah lama menjalin hubungan.
“Salah satu unsur mendesaknya karena hamil, dan itu harus dibuktikan dengan surat yang dikeluarkan puskesmas, bidan atau RS setempat. Pengadilan Agama tidak ujug-ujug mengabulkan, tidak seluruhnya mengabulkan, tidak seluruhnya (alasannya) hamil, unsur mendesak, ada pacaran bertahun-tahun, sudah berhubungan suami istri, atau wali khawatir terjadi hal yang tak diinginkan, pertimbangannya di situ,” ucapnya.
Akibat pemberitaan yang tak sesuai ucapannya itu, Ruhana mendapat teguran berupa pembinaan. Dia pun mengundurkan diri dari Jubir PA Ponorogo dan sekarang fokus sebagai Hakim PA Ponorogo.
“Hikmahnya adalah, ini akan terbongkar gunung es yang sudah lama membeku, di dalam akan terungkap, Pemkab Ponorogo dan Pemprov Jatim ini kemudian akan sadar dan bisa meminimalisir perkara dispensasi kawin di Pengadilan Agama. Selama ini Pengadilan Agama seperti tong sampah, kebanyakan masyarakat ini, dari pemerintah itu menyalahkan pengadilan agama, padahal pengadilan agama tong sampah, pengadilan itu sifatnya represif, seharusnya pemda preventif, pencegahan,” ucapnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait