Sebelumnya, Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Hendra Eko Triyulianto saat dikonfirmasi media menjelaskan, sudah melakukan upaya-upaya untuk bisa membawa tersangka ke Indonesia agar bisa diproses hukum. Namun, karena ini antar negara, jadi harus menunggu langkah dari Interpol.
"Memang kita merasakan giman korban, tapi kendala kami kan tersangka di luar negeri. Tapi upaya kami sudah semaksimal mungkin untuk menyurat ke Dirjen Imigrasi, ke Hubinter untuk bantuannya ke luar negeri atau Interpol. Dan kemarin awal bulan sudah dapat surat dari Kabareskrim balasan dari Kapolri, bawah Kabareskim menyurat ke Imigrasi untuk pencekalan dua tersangka ini. Terus Kabareskrim ke Hubinter juga terkait red notice," terang Hendra.
Hendra menambahkan, dari upaya yang dilakukan, pihak atase kepolisian Australia juga sudah memberikan kabar ke Polda Jatim melalui pesan singkat Whatsapp (WA) ke pimpinan.
"Nah kemarin pimpinan dapat WA dari atase kepolisian yang di Australia. Jadi, kalau untuk yang lain ini sudah ada penolakan perpanjangan paspor untuk tersangka CS Warga Negara Indonesia (WNI). Yang kedua, atase Kepolisian Australia juga sudah menghubungi polisi di sana bahwa kasus itu masuk ranah pidana. Tapi pihak Australia belum meng ekstradisi warganya ke Indonesia. Jadi upaya kami sudah maksimal. Ini antar negara, untuk itu kita tinggal menunggu waktu saja," bebernya.
Ditanya terkait red notice yang akan kadaluarsa, Hendra memastikan sudah bersurat ke Hubinter. Dan tidak ada masalah.
"Untuk red notice, jadi kami sudah dapat surat bahwa Hubinter sudah menyurat ke Interpol. Karena dalam kasus juga ada skala prioritas. Misalkan kasus narkoba atau pembunuhan. Karena ini kasusnya penipuan, maka kita masih menunggu. Tapi kita tidak tinggal diam dan kami selalu menanyakan perkembangannya juga ke Hubinter.
Perwira melati dua ini juga memastikan, kasus penipuan atas korban Selfie ini tidak akan menguap dan akan terus diproses. "Ya enggak lah. Kita sudah melakukan upaya-upaya termasuk mengajak korban ke imigrasi," pungkasnya.
Untuk diketahui, kasus penipuan dan penggelapan ini berawal dari tahun 2014. Saat itu Selfie baru saja mendirikan perusahaan di bidang ekspor barang-barang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Jatim.
Awal perkenalan dirinya dengan tersangka DTJ ketika Selfie masih bekerja di salah satu perusahaan di Jawa Timur. Lama mereka tidak komunikasi, sampai Selfie memutuskan keluar dari pekerjaannya dan membuka perusahaan baru.
Tiba-tiba, DTJ menghubungi Selfie dengan memberikan penawaran kerjasama. Terlapor ingin membeli barang-barang yang dijual Selfie dengan jumlah besar.
Awalnya Selfie tidak percaya dengan pelaku. Namun, DTJ terus merayu Selfie dengan mengatakan bahwa, pihaknya sudah memiliki partner di Indonesia untuk men-support kebutuhannya di Australia.
Hanya saja, partner bisnisnya itu terbilang lambat dan butuh banyak supplier lainnya di Indonesia untuk perusahaannya di Australia (Perth). Sehingga, ia ingin mencari orang lain lagi. Warga Australia itu bahkan menyebut bahwa perusahaannya di Australia Barat (Western Australia) adalah perusahaan besar dan memiliki jaringan yang luas. Ia adalah importir dari negara Kangguru.
Bahkan, ia menjelaskan memiliki perusahaan di Indonesia. Perusahaan itu mengatasnamakan pelapor CS yang bergerak di perdagangan lokal untuk barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang miring. Harga yang ditawarkan pelaku sangat menggiurkan.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait