Menilik Teladan Perjuangan RA Kartini dari Tiga Generasi Untag Surabaya, Semangat yang Terus Membara

Arif Ardliyanto
Menilik Teladan Perjuangan RA Kartini dari Tiga Generasi Untag Surabaya, Semangat yang Tak Pernah Padam. Foto tangkap latar

Universitas 17 Agustus Surabaya 1945 (Untag) Surabaya memiliki semangat perjuangan layaknya RA Kartini. Melalui tiga generasi yang berada di lingkungan kampus Merah Putih, mulai dari dosen, mahasiswa hingga alumni :

1. Prof. Dr. Amiartuti Kusumaningtyas, M.M

Dia adalah Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Saat ini, Prof Ami memiliki jabatan fungsional tertinggi di tingkat dosen.

Kendati memiliki jabatan tertinggi dalam satuan pendidikan, hal itu tak lantas menghentikan kodratnya sebagai wanita. Baginya, kerja keras merupakan bentuk upaya dalam meneruskan perjuangan RA Kartini. "Namun tetaplah sesuai kodrat kita dengan bertindak sebagai seorang ibu, seorang sahabat, seorang partner, seorang kekasih, bagi orang-orang yang ada di rumah. Sehingga, mereka tetap bisa merasakan tempat teraman dan ternyamannya," ujarnya.

Di era digitalisasi ini, lanjutnya, perjuangan RA Kartini juga perlu diimbangi sikap tidak anti pada perubahan. Menurut Prof Ami, selama kita tidak siap menghadapi perubahan maka akan tersisih dengan hadirnya hukum alam. "Di zaman serba digital, kita perlu mengikis pemikiran biasanya begini atau biasanya begitu, karena yang abadi adalah perubahan," lanjut Prof Ami.

Prof Ami menilai, bahwa RA Kartini adalah sosok pendobrak prinsip bahwa wanita hanya memiliki tugas dan fungsi di sumur, kasur, dan dapur. "Melalui perjuangannya, kita dapat merasakan kesetaraan gender. Terbukti dengan kompetensi wanita di era sekarang ini yang setara dengan pria," katanya.

2. Ani Ema Susanti

Wanita pekerja keras ini merupakan seorang sutradara. Dia Alumni Fakultas Psikologi Untag Surabaya yang berhasil membuktikan kemampuannya sebagai salah satu sutradara wanita hebat di Indonesia.

Ani menceritakan, sebelum akhirnya sukses menjadi seorang sutradara, dulu ketika krisis moneter dirinya sempat harus mengubur impiannya untuk melanjutkan pendidikan dan bekerja menjadi buruh migran di Hongkong selama dua tahun.

"Namun hal tersebut tidak lantas mengikis impian saya, hingga akhirnya dapat kembali melanjutkan sekolah dan berkarir menjadi seorang sutradara yang mayoritas masih didominasi oleh laki-laki," kata wanita kelahiran Jombang ini.

Penulis sekaligus sutradara film ‘Glo, Kau Cahaya’ menambahkan, bahwa usaha dan kerja kerasnya tidak akan pernah dirasakan kaum perempuan tanpa adanya perjuangan RA Kartini yang memperjuangkan kesetaran hak-hak wanita dan pria.

Ani mengaku meski mampu menaklukkan rintangan perjuangan, Dia tetap mengiringi dengan memegang kodrat dan perannya sebagai seorang istri sekaligus ibu. 

"Pada awal karir sebagai sutradara, tulisan saya berhasil lolos proses pitching dan mendapatkan tawaran dari Production House (PH) yang cukup besar di Indonsia. Namun kesempatan tersebut harus saya redam karena pada saat itu saya sedang mengandung dan mengingat penjangnya jam kerja dalam memproduksi sebuah karya film, akhirnya saya memutuskan untuk menjadi freelance," kenangnya.

3. Yurie Salsabilla Annoralia

Semangat perjuangan RA Kartini juga di teladani pada generasi millenial Untag Surabaya. Dia adalah Yurie Salsabilla, mahasiswi peraih Juara Lomba Inovasi Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia (LIKMI) 2023. Sederet prestasi yang diraih oleh Yurie merupakan salah satu bentuk jejak perjuangan emansiapsi wanita Indonesia warisan RA Kartini. 

"Berani bermimpi dan memperjuangkan cita-cita merupakan teladan yang saya terapkan dalam meraih setiap prestasi," sebutnya.

Mahasiswa semester delapan ini menilai, di zaman digitalisasi saat ini, akses pengetahuan yang begitu luas dan mudah diperoleh generasi millenial dalam memanfaatkan untuk memperkaya ilmu pengetahuan. Dengan menjadi perempuan di era modern harusnya kita tetap bisa melanjutkan perjuangan RA Kartini. Berkontribusi menorehkan prestasi pada setiap kesempatan yang datang. 

Bercita-cita menjadi Archipreneur, Yuri mengatakan bahwa di tengah usahanya meraih mimpi, tidak membuatnya bebas mengartikan perjuangan RA Kartini sebagai pergelutan tanpa batas. "Bagi saya emansipasi wanita yang sesungguhnya adalah seperti kebijaksanaan RA Kartini dalam tulisannya bahwa perempuan merupakan sosok yang layak untuk bependidikan tinggi, layak untuk memiliki peran di masyarakat, dan layak untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas dihidupnya tanpa menghilangkan marwah sebagai ‘perempuan’ itu sendiri," sebutnya.

Selain itu, Yurie juga mengatakan, RA Kartini merupakan lambang 'kemerdekaan' kaum perempuan. Artinya, ada kebebasan dan kesetaraan yang sama bagi perempuan, diantaranya bebas berekspresi, bebas memperjuangkan haknya, bebas memperjuangkan kesempatan baik yang datang, dan bebas untuk meningkatkan kualitas hidup yang dimiliki. 

Editor : Arif Ardliyanto

Sebelumnya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network