Kagem poro masyayikh yang saya ta'zhimi dan teman-teman seperjuangan yang saya hormati, sebelumnya mohon maaf saya akhirnya mengeluarkan uneg-uneg dan kegelisahan ini, dengan tak lupa saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri, taqobbalallahu minna wa minkum. Minal 'aidin wal faizin. Kullu 'aam wa antum bi khoyr. Semoga tulisan ini tidaklah terkriteria sebagai bentuk su'ul adab.
Sebagai Nahdliyin amatiran yang hanya melihat suatu hal berdasarkan hati nurani, saya mempertanyakan kejanggalan keputusan PBNU mengusik ketenteraman pengurus NU Surabaya ngerumat umat dan masyarakat.
Baru-baru ini, ujug-ujug muncul kepengurusan baru yang terkesan "sembunyi-sembunyi" mengumumkan diri menggantikan kepengurusan de facto PCNU Surabaya yang selama ini dipandegani yang terkasih KH.Mas Sulaiman Nur (semoga Allah ta'ala selalu menjaga beliau) sebagai Rais Syuriah dan Dr. KH. Achmad Muhibbin Zuhri sebagai Ketua Tanfidziyah masa khidmat 2021-2026 hasil Konfercab 6 Maret 2021.
Berawal dari keputusan PBNU yang mak jegagik meng"caretaker"kan kepengurusan PCNU Surabaya de facto pada bulan Oktober 2022, karena alasan yang "aneh" yakni kevakuman kepemimpinan-kedaluarsa kepemimpinan (apanya yang vakum, apanya yang kedaluarsa?), maka mulai saat itu tim yang mengatasnamakan caretaker itu selama 3 bulan diberi waktu (entah untuk apa dan sudah melakukan apa) "seolah" mengambil peran kepengurusan untuk menyelesaikan persoalan (yang juga entah persoalannya persoalan apa).
Ibarat paribasane arek Suroboyo "gak onok ambu, gak onok rupo tapi kahanane nyoto", tim caretaker yang dipimpin Bapak H.Umarsyah yang terhormat ini secara mak bedunduk dijadikan sebagai kepengurusan definitif PCNU Surabaya 2023-2024 pada 21 Maret 2023 berbekal Surat Keputusan PBNU No.203/PB01/A.II.01.45/99/04/2023 Tentang Penunjukan dan Kepengurusan Definitif Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2023-2024.
Beberapa tokoh bereaksi seperti Wakil Ketua PWNU Jatim, KH. Abdussalam Shohib Bisri yang dalam tulisan terbuka beliau melihat ada unsur "syubhat" dari proses penunjukan pengurus caretaker yang dijadikan definitif ini. Gus Salam, panggilan akrab beliau, memandang peristiwa ini merupakan ketidaklaziman dan bukanlah sikap yang bijak seperti yang diteladankan para Muasis NU yang selalu mengedepankan ilmu dan kemuliaan dalam berjam'iyah.
Tokoh lain berikutnya yang bereaksi adalah Cak Dr. H. Muhammad Yazid yang merupakan salah satu pimpinan PCNU de facto hasil Konfercab 2021 sekaligus Ketua FKUB Kota Surabaya yang merasakan hal yang sama dengan Gus Salam mengenai carut-marutnya persoalan internal jam'iyah yang diciptakan sendiri oleh PBNU ini.
Saya juga yakin tokoh-tokoh NU yang lain pun yang selama ini selalu membersamai grassroot di level MWC dan Ranting pun merasakan hal yang sama dengan beliau-beliau di atas, dengan asumsi pertanyaan mendasar yang sama: "Sak jane onok opo sih PBNU iki, kok sampek sak monone?".
Asumsi ini juga ada di benak saya sebagai jurnalis sekaligus warga NU yang seringkali datang untuk meliput kegiatan seremonial jam'iyah ataupun ikut terlibat kegiatan sholawatan, ngaji ndek-ndekan atau setidaknya hanya sekedar cangkruk ngalap barokah dari tempat keramat nan bersejarah di kantor PCNU Surabaya (Hofdbestuur NO/HBNO) ini.
Sebagai Nahdliyin Surabaya yang melihat, kadang juga mengikuti kegiatan sosial keagamaan PCNU Surabaya yang menurut saya program-programnya nyata dan banyak memberi maslahah untuk umat dan masyarakat Kota Surabaya, seperti program Subuh Sehat, NU Urban, dll rasanya seperti kayak di-prank oleh PBNU saat Gus Yahya Staquf yang baru dilantik sebagai Ketum PBNU melakukan giat napak tilas datang bersama rombongan pimpinan PWNU se-Indonesia beranjangsana ke HBNO. Sambil menahan haru, waktu itu 17 Februari 2022 beliau bilang: menangkap energi dan kekuatan spiritual yang menggelindingkan NU hingga usianya yang ke-99 tahun.
Saya pun ikut bersyukur dan ikut haru dengan pernyataan beliau Gus Yahya waktu itu, sembari berharap mudah-mudahan di bawah kepemimpinan beliau, jam'iyah NU dari level teratas hingga ke akar rumput akan senantiasa selalu dipandangi penuh kasih sayang oleh Gusti Allah, Kanjeng Nabi, para auliya, mendiang para masyayikh, dan para muasis, sehingga menjadi jam'iyah yang benar-benar rahmatan lil 'alamin, kompak, solid, bahagia, sejahtera fid dini wad dun-ya wal akhiroh. Apalagi sekarang NU sudah memasuki usia abad keduanya. Lha kok tiba'e dadi ngene to Guuus: Suroboyo digawe usrek. Mergo like and dislike? Opo mergo perlu tah ndudohno sikap otoritarian sebagian pengurus PBNU nang Nahdliyin Suroboyo? Opo mergo bab politik? Opo mergo opo?
Salah apa PCNU Surabaya kepada PBNU? Saya kok jadi bingung.
Penulis :
Ahmad Zamroni Fauzan
Simpatisan NU Surabaya
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait