Sebuah Catatan Hari Buruh, Presiden Soekarno Menganjurkan Serikat Buruh Ikut Berpolitik

Oktavianto Prasongko
Presiden Soekarno. Foto/Istimewa

Dalam relasi produksi kapitalis, ada pertentangan yang tidak bisa didamaikan antara kapitalis dan pekerja. Di satu sisi, si kapitalis sebagai pemilik modal ingin menumpuk keuntungan. Untuk itu si kapitalis akan menekan biaya produksi. Dan biaya produksi satu-satunya yang bisa ditekan oleh si kapitalis adalah upah buruh.

Selain itu si kapitalis juga berusaha memperpanjang jam kerja. Di sisi lain ada klas pekerja sebagai kumpulan manusia yang tak memiliki alat produksi. Satu-satunya cara mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah dengan menjual tenaga kerjanya.

Oleh karena itu sudah menjadi hukum besi kapitalisme, keuntungan meningkat karena mengeksploitasi tenaga kerja. Caranya dengan mempertahankan upah rendah tetapi jam kerja meningkat.

Maka perjuangan alamiah pekerja di seluruh muka bumi ini dan dalam sepanjang sejarah kapitalisme adalah memperbaiki kondisi kerja, memperpendek jam kerja dan menaikkan upah.

Presiden Soekarno sadar betul, lantaran logika kapitalis yang sekedar cari untung itu, maka si kapitalis harus terus-menerus menumpuk nilai tambah.

“Ujung-ujungnya adalah kemiskinan,” jelasnya.

Untuk itu dia menyimpulkan jika hendak mengakhiri penindasan termasuk di pundak kaum pekerja maka sistem kapitalisme harus dihapuskan. Dan demikian yang mulia itu, tidak bisa tidak, perjuangan kaum buruh haruslah berwatak politik. Dan watak politik perjuangan buruh haruslah bersifat anti-kapitalisme.

Kebebasan Politik

Dalam risalah berjudul “Bolehkah Serekat-Serekat Berpolitik?”, Presiden Soekarno membeberkan berbagai alasan mengapa gerakan buruh harus menjelma menjadi gerakan politik. Menurut Soekarno perjuangan politik paling minimum serendah-rendahnya imam politik adalah mempertahankan nasib/keadaan politik.

Keadaan politik yang dimaksud adalah sebuah kondisi yang memungkinkan gerakan buruh bebas berserikat, bebas berkumpul, bebas mengkritik dan bebas berpendapat. Oleh karena itu Presiden Soekarno selalu menganjurkan serikat buruh paling minimal harus memperjuangkan keadaan politik yang memungkinkan baginya untuk bebas berserikat, melancarkan protes dan memperjuangkan nasibnya.

“Subur dan kuatnya serikat buruh tergantung pada keadaan politik,” tegasnya.

Editor : Ali Masduki

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network