Oleh sebab itu, Disdukcapil Surabaya mengadopsi program kampanye tertib adminduk dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, yaitu GISA (Gerakan Indonesia Sadar Adminduk), dengan meluncurkan program Kawasan Lingkungan Masyarakat Sadar Adminduk (Kalimasada). “Hingga saat ini perekaman KTP Elektronik (KTP-el) warga Surabaya sudah mencapai 98,7 lebih (persen). Memang belum 100 persen karena sebagian warga merasa belum rekam KTP. Jadi mereka masih menggunakan KTP lama, belum KTP-el. Maka keperluan integrasi data terkait pajak atau RS belum muncul,” ujarnya.
Ia mengaku, bahwa sebagian warga yang belum melakukan perekaman KTP-el didominasi oleh lansia (lanjut usia). Karenanya, Disdukcapil Surabaya terus melakukan jemput bola dengan mendatangi rumah warga. Sebab, sebanyak 50 persen dari kategori lansia belum melakukan perekaman KTP-el, rata-rata dikarenakan sedang sakit.
“Pemkot Surabaya menjalankan amanah UU No. 24 Tahun 2013 (perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006) tentang Administrasi Kependudukan, bahwa sebetulnya single identity number adalah lewat NIK (nomor induk kependudukan), seluruh urusan terkait dengan penduduk. Seperti paspor dan NPWP itu dikoneksikan dengan NIK. Karenanya, seluruh program pemkot yang menyasar penduduk dikaitkan NIK, yakni untuk pengentasan kemiskinan, beasiswa, hingga BPJS, hampir semua dasarnya adalah NIK,” ungkapnya.
Dengan demikian, Pemkot Surabaya bisa mengetahui cakupan intervensi yang diberikan berdasarkan NIK. Sebab, berbagai program dan kebijakan pemkot berdasarkan database (basis data) kependudukan warga Kota Pahlawan.
“Jadi Bapak Walikota (Eri Cahyadi) akan mengetahui di daerah tersebut sudah berapa persen cakupannya karena perekaman KTP-el sangat vital. Jadi dasar program pemkot berasal dari data kependudukan. Apalagi Pak Walikota sering menyampaikan agar masyarakat mengupdate data kependudukan, agar intervensi pemkot bisa tepat sasaran,” ujarnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait