Kurikulum Merdeka Bebaskan Guru Berinovasi
Kehadiran Kurikulum Merdeka ini menjadi angin segar bagi para guru dalam menjalankan sistem belajar mengajar. Guru bebas melakukan improvisasi sesuai dengan kondisi di lapangan. Tentu hal ini juga menjadi kabar gembira bagi para pendidik yang ada di daerah-daerah terpencil.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.
Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Sebagaiamana yang sudah diterapkan oleh guru-guru dan kepala sekolah dari Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur.
Di depan ratusan pengawas Madrasah, guru Madrasah, SD Negeri, dan SD Swasta dari se-Jawa Timur, mereka berbagi kisah bagaimana inovasi dan improvisasi dalam pendidikan mampu menjawab kebutuhan peserta didiknya.
Puji Lestari misalnya. Guru SD Negeri Terpadu Utama 2 Tana Tidung, Kalimantan Utara ini bercerita, wabah pandemi memberi banyak pengalaman berharga. Terutama berkenaan dengan pengubahan metode pembelajaran di kelas.
Pandemi mendorong Puji menggunakan asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum dalam pembelajaran. Asesmen diagnostik membantu Puji untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa.
Pembelajaran terdiferensiasi membantu Puji meningkatkan hasil belajar siswa. Serta penyampaian materi ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa mampu mempermudah mereka memahami dan menguasai materi belajar.
“Ketika Kurikulum Merdeka hadir, saya merasa sudah siap dan lebih percaya diri. Sebab, terbiasa menggunakan tiga karakteristik Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran waktu pandemi,” tuturnya.
Puji mengatakan, penggunaan karakteristik Kurikulum Merdeka terbukti efektif meningkatkan kemampuan membaca siswanya. Pada tahun akademik 2022/2023, Puji berhasil membantu 67 persen siswanya mencapai tingkat pemahaman membaca dalam waktu tujuh bulan.
“Tercatat, dari 23 siswa pada Juli 2022, hanya ada tiga orang yang mencapai level pemahaman membaca. Tujuh bulan kemudian, bertambah menjadi 14 siswa yang sudah mencapai level tersebut,” tambahnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait