Oleh Karena tidak dipenuhinya syarat objektif perjanjian, maka membawa Akibat hukum perjanjian tersebut Batal Demi Hukum, perjanjian yang dibuat sebelumnya dianggap tidak pernah ada sehingga tidak mengikat para pihak meskipun belum ada putusan dari pengadilan.
Hal ini sesuai juga Putusan Mahkamah Agung RI No. 601 K/Pdt/2015, tanggal 31 Agustus 2016 yang menyatakan ‘’ Perjanjian perdata antara perusahaan Indonesia dan perusahaan asing yang dibuat dan ditandatangani tanpa ada versi bahasa Indonesia adalah batal demi hukum karena melanggar ketentuan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Kadang kala aturan pasal 31 ayat (1) tersebut diatas dijadikan celah bagi institusi swasta indonesia yang membuat perjanjian dengan pihak asing, begitu perjanjian yang hanya dibuat dalam satu Bahasa asing tidak menguntungkan bagi dia, maka diajukan gugatan ke pengadilan untuk dinyatakan perjanjian tersebut batal demi hukum.
Menurut Profesor Dr Isnaini S.H, M.S dosen fakultas hukum unair, jika terdapat kasus yang demikian seyogyanya hakim lebih mendahulukan tegaknya Prinsip Itikad Baik sebagimana yang diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 jo 1965 KUH Perdata, mengingat Prinsip Itikad Baik itu merupakan QUEEN (inti) dari seluruh prinsip Hukum Perjanjian. Karena merupakan Queen, bahkan asas kebebasan kontrak sekalipun wajib mematuhi dan tunduk pada queen nya.
Dalam persidangan secara kasuistis kewenangan menentukan adanya itikad baik atau tidak itu ada pada hakim, jika ada niat untuk menghindari kewajiban dalam perjanjian dengan bersembunyi dibalik ketentuan pasal 31 ayat (1) UU tentang Bahasa dan lambang negara, secara kasuistis hakim harus bisa memberikan keadilan disana.
Penulis : Sujianto, SH, M.Kn
Kantor Hukum Oktavianto & Associates
Jalan Patua Nomor 21-C, Kota Surabaya
Kontak telpon/ WhatsApp : 0877-2217-7999
Email : inewssurabaya.id@gmail.com
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait