LUMAJANG, iNews.id - Setelah Perang Paregreg (1404-1406 Masehi), situasi politik di Kerajaan Majapahit mengalami pergolakan yang berkepanjangan.
Pertempuran antara Wikrawardhana atau Bhre Mataram (1389-1429) dengan Bhre Wirabumi (1401-1406) meninggalkan situasi kekuasaan yang tidak stabil.
Pemancungan kepala Wirabumi menyebabkan konflik, perseteruan, dan intrik politik yang terus berlangsung di pusat kekuasaan Majapahit. Benturan antara kerabat berlangsung tanpa henti.
Bahkan Dyah Wijayakumara atau Sri Rajasawarddhana alias Bhre Pamotan (1451-1453 Masehi) yang naik takhta sebagai penguasa berikutnya mengalami peristiwa tragis yang menyedihkan.
"Tidak sampai dua tahun berkuasa, di tengah konflik perebutan kekuasaan dengan putra-putra Sri Prabu Kertawijaya, Sri Rajasawarddhana kehilangan ingatannya," seperti yang dikutip dari buku Atlas Wali Songo (2016).
Dyah Wijayakumara Bhre Pamotan naik tahta setelah menggantikan Sri Prabu Kertawijaya atau Bhre Tumapel (1447-1451) yang tewas terbunuh. Menurut kitab Pararaton, jenazah Kertawijaya didarmakan di Kertawijayapura, yaitu sebuah makam tua di samping makam putri Campa, Darawati, istri Sri Prabu Kertawijaya.
Bhre Pamotan dinobatkan sebagai Raja Majapahit di Keling-Kahuripan, yang terletak di pedalaman Daha Kediri.
Penobatan Bhre Pamotan mencurigakan karena statusnya hanya sebagai menantu Sri Prabu Kertawijaya. Bhre Pamotan memerintah Majapahit secara singkat, dan tak lama setelah itu tiba-tiba mengalami hilang ingatan.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait