MK Izinkan Kampanye Politik di Lingkungan Kampus, Begini Respon Akademisi Unair

Ali Masduki
Ilustrasi kampanye. Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan kampanye politik di kampus. Foto/MPI

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Mahkamah Konstitusi (MK) akhrirnya memutuskan bahwa kampanye politik di  kampus diperbolehkan. Keputusan itupun memicu perbincangan hangat di kalangan publik.

Akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya,  Irfa’i Afham menuturkan kampus memang sasaran empuk dalam memperoleh suara pemilih muda

Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik ini bilang kampanye politik di kampus sebagai cerminan dari dinamika politik yang tak terelakkan. 

"Saya sepakat dengan kehidupan politik yang dinamis di lingkungan kampus karena di kampus menjadi tempat lahirnya ide-ide politik besar dan alternatif dalam konteks berbangsa dan bernegara," ucap Irfa’i.

Namun, dalam pandangannya, aspek praktis jangka pendek perlu dicermati. Batasan yang diperlukan adalah bagaimana institusi pendidikan tetap menjaga diri dari campur tangan dalam politik praktis yang hanya fokus pada kemenangan dalam pemilu. 

"Tetapi seharusnya juga mengarah pada agenda lebih besar yang terkait dengan nasionalisme," kata dia.

Ia menyoroti pentingnya etika dalam kampanye politik di kampus, khususnya dalam menyasar generasi muda. 
"Agenda anti korupsi seharusnya menjadi agenda utama dalam memperkuat budaya politik di kalangan mahasiswa, yang mencakup pembentukan karakter yang toleran dan demokratis," kata Irfa’i.

Sebagai seorang akademisi, Irfa’i juga tidak melupakan sejarah yang telah membentuk kondisi politik kampus saat ini. Ia menyinggung pengaruh masa otoritarian di Indonesia terhadap partisipasi politik di kampus.

"Kita mengalami 32 tahun era otoritarian di bawah pemerintahan Soeharto. Dampaknya adalah pasifnya keterlibatan politik di kampus. Mahasiswa dan dosen yang berpendapat kritis sering dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai potensi untuk mengembangkan ide-ide besar dalam politik," tuturnya.

Terkait dampak, Irfa’i mengamati bahwa ada potensi baik dan buruk. "Saya pikir beberapa pemilu terakhir yang mencuatkan intoleransi akan tetap melekat dalam ingatan bangsa, termasuk di kalangan pelajar. Di sini, pihak akademik harus tegas dalam mengatur batasan dan sanksi," katanya.

Pengalaman studi Irfa’i di Eropa menjadi sorotan penting dalam wawancara ini. Ia menggambarkan bagaimana diskusi antara mahasiswa dan aktor politik di Eropa telah membentuk kultur kritis yang sehat.

"Ketika saya belajar di Eropa, khususnya di Prancis, saya melihat suasana politik yang dinamis di mana mahasiswa, calon legislatif, calon walikota, dan calon presiden berdiskusi tentang gagasan-gagasan. Ini sangat penting dalam membangun kultur kritis di kalangan mahasiswa," ujarnya.

Dalam hal regulasi, Irfa’i berpendapat bahwa peran pemerintah dan lembaga pengawas sangat penting. Dalam menghadapi situasi ini, kampus-kampus yang memiliki otonomi perlu merumuskan aturan yang mengayomi agar politik di kampus tetap sehat. 

"Dengan mengambil langkah bijak, putusan MK ini dapat menjadi peluang untuk membangun politik yang lebih dinamis setelah lebih dari dua dekade reformasi," pungkasnya.
 

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network