Mewujudkan Masyarakat Inklusif yang Anti-Rasis

Arif Ardliyanto
Sendy Krisna Puspitasari, Mahasiswa Unair Surabaya

SURABAYA,iNewsSurabaya.id - Seorang anak manusia yang lahir di muka bumi ini tidak bisa memilih lahir di mana, kapan dilahirkan, oleh keluarga dengan ras dan etnis yang mana. Semua adalah ketetapan Tuhan: takdir. Tidak ada negoisasi, manusia tinggal menerima. Dengan demikian, tindakan-tindakan penghinaan atau ujaran kebencian berdasarkan ras atau etnis tidak bisa dibenarkan.

Belakangan ini, ujaran kebencian kepada ras dan etnis tertentu menjadi sorotan. Tidak ada tindakan tegas terhadap pelaku yang justru membuatnya berulang terjadi. Dalam rentang waktu empat bulan terakhir, ada tiga kali peristiwa rasisme di kompetisi sepakbola Liga 1. Ironisnya, salah satu pemain klub Persebaya, Yohanis Kandaimu dua kali jadi korban aksi rasisme.

Kejadian pertama dialami Yohanis Kandaimu dalam laga Persebaya kontra Borneo FC pada awal bulan September lalu. Pada pertandingan itu, Yohanis Kandaimu melakukan gol bunuh diri. Oknum suporter Persebaya, Bonek, kemudian berlaku rasis di media sosial (medsos). Kejadian kedua ketika Persebaya melawan tuan rumah Bali United di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Jumat (20/10/2023).

Aksi rasisme pertama selesai setelah pelaku meminta maaf secara langsung kepada Yohanis Kandaimu dan tidak berlanjut ke proses hukum. Sementara, saat Kandaimu mendapat teriakan rasis dari oknum suporter di Stadion I Wayan Dipta, pihak klub Persebaya sempat protes kepada match commissioner. Tapi, laga tetap dilanjutkan. Oknum suporter itu juga sempat diamankan oleh pihak ofisial Persebaya dan diserahkan kepada pihak kepolisian. Sayangnya, oknum itu kemudian dibebaskan (Jawa Pos, 21/10/2023).

Sebelum dua peristiwa itu terjadi, pada bulan Juli lalu, tiga pemain klub PSM Makassar yakni Yuran Fernandes, Yance Sayuri, dan Erwin Gutawa, menjadi korban ejekan rasis di medsos usai pertandingan melawan klub Persija. Ketika itu, Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengisyaratkan bakal menghentikan kompetisi Liga 1 sebagai buntut dari rasisme kepada pemain PSM Makassar seperti yang diusulkan Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia.

Rentetan peristiwa rasisme berdasarkan warna kulit dan bentuk fisik kepada pesepakbola dari wilayah Indonesia Timur itu berdampak negatif terhadap inklusi ras. Apalagi, di luar dunia sepak bola, beberapa kali terjadi rasisme dan diskriminasi kepada masyarakat Papua. Dan itu dialami mereka di negaranya sendiri yang kondisi masyarakatnya heterogen dengan berbagai agama, suku, budaya, ras dan etnis.
Beradasarkan hasil riset Radius Setiyawan, mahasiswa Doktoral Ilmu Sosial FISIP Unair, aksi rasis dan diskrimasi terhadap warga Papua ini sudah tertanam di dalam diri anak-anak Indonesia sejak dini lewat konstruksi yang disuguhkan melalui media populer, seperti film, tayangan televisi dan buku teks sekolah (https://theconversation.com/).

Editor : Arif Ardliyanto

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network