Mewujudkan Masyarakat Inklusif yang Anti-Rasis

Arif Ardliyanto
Sendy Krisna Puspitasari, Mahasiswa Unair Surabaya

Pembiaran terhadap aksi-aski rasialisme tidak boleh dilakukan, sebab Indonesia memunyai sejarah panjang terhadap kerusuhan rasial. Konflik ini tidak hanya merugikan kelompok masyarakat yang bertikai, melainkan juga kepada kelompok-kelompok masyarakat secara keseluruhan dan negara. Keberadaan Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis diharapkan mampu menjerat dan memberikan efek jera kepada pelaku rasisme.

Dalam pasal 16 dijelaskan, setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). UU ini harusnya menjadi pelindung, pemberi kepastian, dan kesamaan kedudukan untuk tidak terbelunggu dari dikriminasi ras dan etnis.

Masyarakat Inklusif
Chris Barker (2000) menjelaskan, konsep ras memiliki jejak asal dari wacana biologi Darwinisme sosial yang menekankan “garis keturunan” dan “tipe orang”. Di sini ras mengacu pada ciri-ciri biologis dan fisik, salah satu yang paling jelas adalah warna kulit. Ciri-ciri yang sering dikaitkan dengan “kecerdasan” dan “kemampuan” ini untuk memeringkat berbagai kelompok “ras” dalam suatu jenjang sosial dan superioritas maupun subordinasi material. Ini merupakan akar rasisme. 

Dari keterangan itu sangat jelas, bahwa rasisme merupakan konstruksi sosial dan bukan kategori yang universal maupun esensial dalam biologi maupun budaya. Rasisme justru menimbulkan keresahan, perpecahan serta kekerasan fisik, mental, dan sosial serta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan merendahkan martabat manusia. Gagasan tentang pluralisme harus dibicarakan terus-menerus karena rasisme merupakan problem besar yang menjadi “bom waktu” di Indonesia.

Pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pluralisme dan penghargaan kepada harkat martabat manusia merupakan amanat konstitusional, yang tersurat di dalam Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta UUD 1945 sebagai hukum dasar. Peran keluarga, masyarakat, dan pendidikan nasional sangat penting untuk memutus cara pandang dan tindakan diskriminatif dan rasis.

Editor : Arif Ardliyanto

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network