Dia mengidentifikasi, ada beberapa kendala yang harus dihadapi agar komoditas perkebunan di Jatim meningkat. Diantaranya adalah berkurangnya lahan-lahan subur karena beralih fungsi dan kelangkaan pupuk yang dialami petani.
Kondisi itu membuat petani mengalami kesulitan untuk menggenjot produksi mereka.
“Lahannya semakin sempit, lahan-lahan subur berkurang dan itu mengurangi hasil produksi petani. Belum lagi kalau misalkan ada permasalahan di pengolahan. Setiap tumbuh harus ada pupuk. Persoalan luar biasa karena setiap tahun persoalan petani lagi-lagi dihadapkan dengan mahalnya harga pupuk,” katanya.
Masalah lain, kata Heru, yang dialami petani adalah adanya hama yang sering menyerang tanaman petani. Dia mencontohkan, hama uret yang menyerang tanaman tebu di berbagai daerah, sehingga mempengaruhi hasil produksi petani.
“Uret itu menyerang di berbagai daerah, terutama di Kediri, Lumajang, Probolinggo, Tulungagung dan ini masalah klasik yang dihadapi bertahun-tahun,” jelasnya.
Karena itu, untuk mencegah serangan hama uret tersebut, pihaknya sudah mempersiapkan benih unggul dan mengimbau para petani untuk menggunakannya. Dengan benih yang tahan penyakit dan bagus, maka produksi petani bisa terdongkrak naik dan maksimal.
“Oleh karena itu kita harus pinter-pinter, syukur kalau sudah ketemu bibit unggul tahan penyakit. Kalau benih tidak bersertifikat itu illegal, tetapi memang kalau legal dibeli mahal. Tetapi saya yakin akan menghasilkan yang bagus,” jelas Pj Bupati Tulungagung itu.
Heru mengatakan, pihaknya sudah mulai mengembangkan benih bersertifikat unggul di beberapa daerah di Jatim. Diantaranya adalah benih kopi di Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang dan benih tebu di Kabupaten Jombang.
“Kami mengembangkan benih, saat ini benih kopi dan tebu. Kita punya di Lumajang ada kebun benih dengan kualitas yang sangat bagus. Kemudian tebu juga punya di kabupaten Jombang,” jelasnya.
Selain peningkatan kualitas benih, langkah lain yang dilakukan adalah mengimbau agar petani menggunakan pupuk organik. Langkah itu bisa dijadikan alternative lain, agar petani tidak kebingungan ketika pupuk kimia langkah dan mahal.
“Kalau misalnya kita demplot dengan menggunakan pupuk organik saja, bisa belajar dengan teman-teman Universitas Brawijaya (UB) atau Puslitkoka,” tambahnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait