SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Apa hukum terima uang sogokan pemilu? Uang sogokan dalam pemilu merujuk pada praktik memberikan uang atau hadiah kepada pemilih, dengan harapan mempengaruhi mereka untuk memberikan suara kepada kandidat atau partai tertentu.
Praktik ini merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap integritas pemilihan umum dan demokrasi secara keseluruhan. Di Indonesia, uang sogokan juga dikenal serangan fajar.
Uang sogokan dalam pemilu bisa mengambil berbagai bentuk, termasuk pembagian uang tunai, pemberian barang-barang atau layanan, atau janji-janji imbalan di masa depan.
Tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi pemilih sehingga mereka memberikan suara sesuai dengan keinginan pemberi sogokan, bukan berdasarkan pada pertimbangan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat atau negara.
Praktik uang sogokan dalam pemilu sering kali dilarang oleh undang-undang pemilihan dan dianggap sebagai tindakan kriminal. Pihak yang terlibat dalam memberikan atau menerima sogokan dapat dihukum dengan berbagai sanksi, termasuk denda, hukuman penjara, atau diskualifikasi dari proses pemilihan.
Upaya pencegahan uang sogokan dalam pemilu biasanya melibatkan penegakan hukum yang ketat, pendidikan kepada pemilih tentang pentingnya integritas pemilihan, serta promosi praktik pemilihan yang etis dan transparan.
Selain itu, memperkuat lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan pemilihan umum dan memastikan akuntabilitas bagi mereka yang terlibat dalam praktik suap dapat membantu mengurangi praktik tersebut.
Lantas apa hukum terima uang sogokan pemilu?
Dilansir dari NU Online, Komisi Waqi'iyyah Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah telah mengeluarkan keputusan terkait politik uang yang dikenal dengan istilah serangan fajar.
Keputusan ini menyatakan bahwa hukum politik uang hukumnya haram. Terdapat tiga alasan utama di balik keharaman politik uang.
Pertama, serangan fajar tergolong dalam praktik risywah (suap). Memberi atau menerima uang dengan tujuan untuk memengaruhi suara dalam pemilihan umum termasuk dalam kategori risywah (suap), yang hukumnya haram secara mutlak.
Dalam Islam, suap dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan merupakan dosa besar. Kedua, praktik politik uang, termasuk serangan fajar, merupakan perkara yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum.
Pasal 187A melarang dengan tegas pemberian dan penerimaan uang atau imbalan lain untuk mempengaruhi suara dalam pemilihan umum. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana.
Ketiga, politik uang mengakibatkan kerusakan dalam sistem bernegara. Melarang money politics juga merupakan upaya untuk menutup semua peluang (saddan li dzari'ah) terjadinya kerusakan tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan dan kehidupan bernegara.
Syekh Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni Muhtaj mengatakan, dalam ilmu fiqih suap atau risywah didefinisikan sebagai tindakan memberi sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar dia melakukan sesuatu yang tidak adil atau tidak benar.
Suap adalah tindakan yang tercela dan bertentangan dengan dihukum.
الرشوة هي ما يبذل للغير ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق
Artinya; "Suap adalah pemberian sesuatu kepada orang lain agar dia memutuskan perkara dengan tidak adil atau agar dia tidak memutuskan perkara dengan adil." (Asy-Syirbini, Mughni Muhtaj, jilid VI, halaman 288).
Suap adalah memberi sesuatu agar seseorang memutuskan sesuatu dengan tidak adil. Serangan fajar bisa dianggap suap karena bertujuan agar rakyat tidak memilih pemimpin dengan objektif.
Dengan demikian, dalam konteks pemilihan umum, masyarakat seharusnya memahami dan menghindari praktik serangan fajar agar dapat menjaga integritas dan keadilan dalam pelaksanaan proses demokrasi.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait