Film Yang (Tak Pernah) Hilang, Kisah Nyata Hilangnya Mahasiswa Unair Tanpa Ada Kejelasan Nasib

Arif Ardliyanto
Panggung kehormatan di UNTAG Surabaya menjadi saksi bagi grand launching film yang penuh makna, "Yang (Tak Pernah) Hilang", pada Selasa, 5 Maret 2024. Foto iNewsSurabaya/ist

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Panggung kehormatan di UNTAG Surabaya menjadi saksi bagi grand launching film yang penuh makna, "Yang (Tak Pernah) Hilang", pada Selasa, 5 Maret 2024. Acara kolaborasi yang menggabungkan semangat GMNI UNTAG Surabaya, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), GMNI Unitomo Surabaya, ADREENA Media, dan Gerakan Mahasiswa Surabaya (GMS) ini memukau 250 peserta dari berbagai lapisan masyarakat.

Film dokumenter ini merangkum perjuangan dan pengorbanan dua aktivis mahasiswa, Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah, yang diculik pada era Orde Baru. Diharapkan film ini akan menginspirasi generasi muda untuk lebih peduli pada sejarah dan memperjuangkan keadilan.

Acara dimulai dengan sambutan hangat dari Rektor UNTAG Surabaya, Prof. Dr. Mulyanto Nugroho, M.M., CMA., CPA., yang menegaskan pentingnya peran kampus dalam mencetak generasi yang patriotik dan peduli pada nilai-nilai kemanusiaan.

"Saya berharap agar mahasiswa Untag Surabaya terus menjadi pelopor agent of change dalam konteks penegakan HAM dan kemanusiaan," katanya. 

Produser film, Dandik Katjasungkana, mengungkapkan perjalanan panjang produksi film ini, dari kendala pandemi hingga kehilangan sang penggagas, Hari Nugroho. Namun, semangat tidak padam, dan dengan dukungan dari berbagai pihak, produksi film ini akhirnya berhasil dilanjutkan.

"Yang (Tak Pernah) Hilang" tidak hanya sekadar mengisahkan penculikan Herman dan Bima, tetapi juga merekonstruksi perjalanan hidup mereka dari masa kecil hingga menjadi martir demokrasi. Melalui 35 narasumber, film ini memotret secara komprehensif karakter dan perjuangan keduanya.

Ditutup dengan penampilan grup musik Suar Marahabaya dan diiringi pemutaran film, acara ini memang menjadi momentum bersejarah yang menggugah kesadaran akan pentingnya memperjuangkan kebenaran dan keadilan dalam sejarah bangsa.

"Produksi film ini membutuhkan biaya besar, terutama untuk biaya perjalanan dan wawancara para narasumber di lima kota, yakni Surabaya, Malang, Jakarta, Jogjakarta dan yang paling jauh di Pangkal Pinang, Pulau Bangka, tempat lahir Herman,” kata Dandik.

Persoalan makin bertambah dan membuat seluruh crew film mengalami kesedihan mendalam, ketika sang penggagas film, Hari Nugroho, meninggal dunia pada tahun 2020.

Di tengah berbagai kesulitan dan kebuntuan yang dihadapi, pada tahun 2022, Dandik bertemu dengan Muni Moon dan Anton Subandrio yang berprofesi sebagai videomaker. Dari pertemuan itulah, produksi film tersebut mulai dijalankan lagi. 

"Dalam hal pembiayaan, sejak awal, kami mengupayakan kemandirian. Kami patungan, memproduksi kaos #KawanHermanBimo sebagai fundraising dan menerima sumbangan dari berbagai pihak yang peduli pada advokasi kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1998," sambung Dandik. 

Film Yang (Tak Pernah) Hilang tidak hanya berkisah tentang kasus penculikan Herman dan Bima, namun juga merekonstruksi kisah hidup mereka sejak kecil di mata keluarga, orang tua, kerabat, kawan sekolah dan masa kuliah, kawan sesama aktivis, dosen, hingga aktivis partai politik. 


Panggung kehormatan di UNTAG Surabaya menjadi saksi bagi grand launching film yang penuh makna, "Yang (Tak Pernah) Hilang", pada Selasa, 5 Maret 2024. Foto iNewsSurabaya/ist

Anton Subandrio mengungkapkan, secara keseluruhan, ada 35 narasumber yang diwawancarai. Itu sebagai upaya untuk mendapatkan informasi selengkap mungkin agar film ini bisa memotret biografi Herman dan Bima, sejak masa anak-anak, remaja sampai dewasa. 

"Kami mau bercerita bagaimana karakter mereka terbentuk hingga mempunyai gagasan yang begitu kuat, teguh keyakinannya dan berjuang sampai menjadi martir demokrasi." ujarnya. 

Dia Puspitasari, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tujuh Belas Agustus 1945, menyatakan, hilangnya Herman dan Bima adalah sebuah tragedi kemanusiaan. “Film Yang (Tak Pernah) Hilang ini adalah referensi  penting. Film ini harus dilihat dalam konteks bagaimana seharusnya peradaban dibangun dengan sebuah tanggung jawab, kejujuran dan keterbukaan. Anak-anak generasi milenial dan generasi z bisa belajar tentang sejarah kemanusiaan dengan menonton film ini. Supaya mereka bisa menjadi bagian dari gerakan melawan impunitas dan mencegah terulangnya kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi di negeri ini." paparnya. 

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network