Tak heran, Dentista juga sibuk mempersiapkan diri untuk perform tersebut. Dia tak sendiri. Setidaknya ada empat pelajar lain. Ya, program beasiswa ke Jepang itu memang untuk lima orang. Satu lainnya dari Kota Madiun dan tiga lainnya dari Ponorogo. Namun, selama di sana mereka akan terpisah bersama orang tua asuh masing-masing. Pun, tidak diperkenankan berkomunikasi dengan orang tua di tanah air.
Orang tua Dentista, Kus Ariwijayanti menyebut beasiswa itu bernama Maesa Homestay Program 2024. Beasiswa itu berangkat dari CSR perusahaan yang berkantor induk di Ponorogo tersebut. Program sejatinya sudah berjalan dua kali. Namun, terhenti karena pandemi Covid-19. Program lantas kembali berjalan tahun ini.
‘’Sebenarnya dari Maesa sudah sosialisasi ke beberapa sekolah. Tetapi Dentista malah tahunya dari temennya dan waktunya sudah mepet,’’ kata Ari.
Waktu yang sudah mepet tak menciutkan semangat Dentista. Dia segera mengisi pendaftaran secara online dan menyerahkan berkasnya ke panitia. Di Kota Madiun form pendaftaran online yang dicetak bisa diserahkan ke PT CUN Motor yang merupakan anak perusahaan Maesa. Setelahnya, diumumkan 20 besar. Sepuluh peserta dari Kota Madiun dan sepuluh dari Ponorogo. Peserta yang lolos kemudian diminta membuat video perkenalan untuk dikirimkan kepada Maesa.
‘’Kalau yang mendaftar berapanya tidak diinfokan ya. Tetapi mestinya banyak. Karena yang 2019 dulu saja katanya ada 400an orang,’’ ungkapnya.
Tak hanya itu, peserta 20 besar tersebut berhak mengikuti tahapan wawancara dan bakat. Tak hanya Dentista, wawancara juga kepada orang tua di ruangan terpisah. Dalam sesi wawancara tersebut Dentista cukup menarik perhatian tim penilai dengan segudang prestasi yang pernah diraih sebelumnya.
Alumni SDN 05 Madiun Lor itu memang moncer di bidang matematika. Pun, pernah turun di kejuaran internasional. Mulai Internasional Mathematics Wizard Challenge (IMWIC) di Jakarta dan International Mathematics Contest (IMC) 2019 di Singapore. Selain itu juga pernah turun kejuaraan di Malaysia dan Myanmar. Dia juga beberapa kali menjuarai bidang sains dan Bahasa Inggris.
‘’Ada banyak aspek yang dinilai. Mulai dari minat dan bakat, public speaking, dan juga prestasi-prestasi. Kemarin juga diminta menyertakan fotokopi nilai raport dan piagam atau sertifikat yang dimiliki,’’ ungkapnya sembari menyebut putrinya lolos dengan nilai tertinggi, 452 poin.
Tim penilai juga tidak sembarangan. Ari menyebut tim penilai mulai dari akademi, budayawan, psikolog dari Unair dan petinggi Maesa. Ari mengaku bersyukur anaknya bisa lolos. Pergi ke Jepang bisa menjadi pengalaman berharga. Apalagi, itu didapat secara gratis. Bahkan, orang tua diwanti-wanti untuk tidak memberikan uang saku. Hal itu malah bisa berbuah pelanggaran dan berdampak pada program selanjutnya ke depan.
‘’Jadi budaya di Jepang itu kan anak-anak memang tidak boleh bawa uang. Kalau ketahuan bisa dianggap melanggar budaya dan nanti bisa berdampak pada program ini ke depannya,’’ pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto